100 Hari Kepemimpinan Jokowi, Perampingan Birokrasi Dipertanyakan

- Jumat, 31 Januari 2020 | 11:50 WIB
Presiden Joko Widodo. (Instagram/@presidenjokowi2019)
Presiden Joko Widodo. (Instagram/@presidenjokowi2019)

Periode kedua masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memasuki hari ke-100. Beragam kebijakan dikeluarkan, sebagian diterima masyarakat, sebagian lainnya mempertanyakan tujuan kebijakanan tersebut.

Founder lembaga survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia), Hendri Satrio menyatakan ada beberapa hal yang perlu dievaluasi, seperti Janji perampingan birokrasi dan Tarif BPJS yang naik begitu saja.

"Janji Jokowi untuk melakukan perampingan birokrasi menjadi dipertanyakan, karena pembentukan kabinet awal yang gemuk," ucapnya saat dikonfirmasi Indozone, Jum'at, (31/1/2020).

Kabinet Jokowi saat ini memiliki 34 menteri. Hendri mengatakan, jumlah tersebut merupakan yang terbanyak di Negara Asia Tenggara.

Jumlah tersebut belum termasuk dengan pejabat setingkat menteri yang berjumlah delapan orang dan wakil menteri yang berjumlah 12 orang, serta penunjukan staf khusus sebanyak tujuh orang yang dinilai mubazir oleh banyak orang.

Lebih jauh Hendri menilai,  Jokowi juga dianggap memberikan kursi terlalu banyak terhadap pengurus partai politik di dalam kabinetnya. Hal yang dianggap akan memunculkan risiko konflik kepentingan dalam pengambilan kebijakan.

"Jokowi memang berencana untuk menghapus pejabat eselon III dan IV di lingkungan kementerian atau lembaga, yang tidak memiliki tugas atau fungsi yang spesifik, khususnya anggaran dan legalisasi," jelasnya.

Di atas kertas, sambungnya, hal ini merupakan hal yang produktif, karena terkait dengan efisiensi kinerja. Namun diperlukan konsistensi, sehingga perampingan birokrasi tidak tebang pilih, namun dapat menyasar pada keseluruhan birokrasi dari atas hingga ke bawah pada pemerintahan Jokowi.

Belum lagi soal Jokowi menyetujui kenaikan iuran BPJS kesehatan per 1 Januari 2020. Hal tersebut sesuai dengan Perpres Nomor 75 tahun 2019 tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan kesehatan.

"Alasan utama yang digembar-gemborkan atas kenaikan iuran BPJS tersebut adalah terkait kesinambungan program jaminan kesehatan, mengingat selama ini BPJS tercatat merugi. Namun hal tersebut dinilai kontraproduktif oleh beberapa pihak karena membebani ekonomi rakyat," tandasnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X