Polemik RUU Ketahanan Keluarga yang Dinilai Tak Perlu untuk Diwujudkan

- Jumat, 21 Februari 2020 | 12:35 WIB
ilustrasi keluarga (pexels/J carter)
ilustrasi keluarga (pexels/J carter)

Rancangan Undang Undang (RUU) Ketahanan Keluarga, belakangan tengah hangat jadi bahan perbincangan orang-orang.

Draf RUU ini sendiri membahas hal-hal yang selama ini jadi bagian dari norma masyarakat.

Seperti kewajiban suami dan istri untuk saling mencintai, suami wajib menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab hingga istri wajib mengatur urusan rumah tangga.

-
ilustrasi suami istri bersama-sama mengerjakan tugas rumah tangga (unsplash/Becca Tapert)

Lantas, timbul pertanyaan, apakah perlu hal yang selama ini jadi norma kemudian diatur dalam Undang Undang?

Menanggapi munculnya RUU ini, Psikolog Sani Budiantini Hermawan mengatakan, RUU Ketahanan Keluarga bisa muncul karena banyaknya kasus seputar masalah keluarga di Indonesia.

“Karena keluarga tangguh akan membuat ketangguhan nasional, ketahanan keluarga itu ketahanan nasional,” kata Sani.

Dilansir dari ANTARA, Sani mengungkapkan penting untuk menelaah kembali bagaimana implementasi konsekuensi hukum kelak bila RUU Ketahanan Keluarga disahkan.

"Jangan sampai UU jadi ganggu kerukunan keluarga,” tegasnya.

Sementara itu, Psikolog sosial Juneman Abraham mengatakan, norma bisa dimasukkan dalam Undang-undang bila masyarakat ingin adanya peningkatan kualitas keadilan sebesar-besarnya dari pelaksanaan norma.

“Sebagai contoh, sebelum UU PKDRT terbit, ‘memukul istri untuk mendidiknya’ pernah menjadi norma sebagian masyarakat kita, dan dianggap sebagai urusan domestik. Pelaku kekerasan tak dapat dijangkau,” ujar Juneman.

Saat tindakan kekerasan itu terjadi kata Juneman, rumah tangga jadi berjalan tak seimbang dan perlu adanya upaya hukum untuk menjamin kesejahteraan seluruh warga, baik itu perempuan maupun laki-laki.

Dalam RUU Ketahanan Keluarga sendiri, ada pasal yang mewajibkan pasangan suami istri saling mencintai, menghormati, menjaga kehormatan, setia, serta memberi bantuan lahir dan batin yang satu kepada yang lain. 

-
potret suami yang ikut membantu istri mengasuh anak (pexels/Ksenia Chernaya)

Namun, hingga kini belum ada bentuk keadilan yang bisa mengukur hal isi dalam pasal tersebut. Menurut Juneman, cinta bersifat privat dan bukan masalah keadilan yang perlu diselesaikan dalam ruang publik.

Junamen menambahkan, hukum adalah alat intervensi sosial yang dimiliki oleh kekuasaan sehingga penting untuk menjamin proses pembuatan hukum benar-benar adil bagi publik.

Halaman:

Editor: Zega

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X