Belum lama ini, Twitter sedang ramai dengan viralnya dua foto skripsi milik mahasiswa bernama Fierza yang dicoret dan ditulisi kata 'sampah' oleh dosen pembimbingnya. Semua berawal dari cuitan Fierza (@fierza) di Twitter pada Minggu (13/10) yang mengunggah ulang foto dari akun Instagram dosennya Sonny Kusumasondjaja.
"Gimana perasaanmu punya dosen pembimbing kayak Sony Kusumasondjaja? Cukup melatih daya tahan banting," tulis @fierza di Twitter dengan menunjukkan dua foto revisi skripsi.
Foto pertama menunjukkan satu halaman revisi skripsi yang dicoret tanda silang dan ditulisi kata 'sampah'. Sedangkan di foto kedua, terlihat seorang mahasiswa laki-laki memegang halaman depan skripsi yang dipenuhi catatan revisian dari sang dosen.
Dua foto itu pun menjadi viral setelah akun Twitter @analispolitik milik Ahmad Rizky M. Umar berkomentar dan menyebut dosen pembimbing yang mencoret skripsi mahasiswa seperti itu bertindak tidak manusiawi.
"Feedback semacam ini - tidak manusiawi, malas, dan tidak membangun - sering ditemukan dalam "skripsi" mahasiswa. Itu harus dihentikan. Kami tidak akan melatih siswa yang baik dengan mengatakan karya mereka 'sampah'. itu hanya menunjukkan ketidakmampuan dosen dalam terlibat dengan karya orang lain," komentar akun @analispolitik.
Membaca komentar itu, Fierza tentu saja tidak sepakat karena ia tahu betul bahwa dosen pembimbingnya bukan bermaksud tidak menghargai usahanya. Bahkan, itu justru membuatnya menjadi pribadi lebih baik selama proses hingga pasca mengerjakan skripsi.
Dear SJW, nggak usah sotoy. Saya di sini bahagia, tidak mengeluh, dan justru saya sangat terbantu dengan TAMPARAN beliau. Karena saya takut dapet SAMPAH lagi, saya jadi membiasakan diri untuk cari referensi sebelum menulis
— fierza (@fierza) October 14, 2019
Tentu nggak semua orang kuat mental menghadapi beliau :) pic.twitter.com/F2m3c68qsC
Netijen baru dikasih liat ginian aja ikutan baper. Padahal gw dulu yang ngejalanin ya hepi-hepi aja. Ini buat pembelajaran how to deal with DIFFICULT people, how to manage stress, and most importantly, menentukan skala prioritas.
— fierza (@fierza) October 13, 2019
It's all about our response, our self-control.
Klarifikasi Dosen Pembimbing
Tak sampai di situ, dosen Sony Kusumasondjaja lantas mengklarifikasi cuitan yang tengah viral itu di akun Twitter miliknya. Dia menilai, viralnya hal semacam ini menunjukkan bahwa warganet Indonesia mudah sekali memberi komentar yang sifatnya menghakimi hanya berbekal dua foto.
Hiruk pikuk yang terjadi menunjukkan betapa mudahnya netizen +62 (yg bahkan well-educated, kuliah di LN) utk memberi komentar yg judgmental hanya berbekal DUA FOTO.
— Sony Kusumasondjaja (@KusumasondjajaS) October 14, 2019
Apa masih heran, kenapa masyarakat kita begitu mudah digoreng & dimanfaatkan para provokator via medsos?
Hiruk pikuk tsb juga menunjukkan betapa mudahnya netizen +62 menganggap bahwa situasi yg dihadapi orang lain sama saja dgn yg mereka hadapi. Tidak ada bedanya. Jadi, respon pada situasi tsb dianggap "harus sama". Nggak boleh berbeda. Segala yg berbeda disikapi dgn skeptis.
— Sony Kusumasondjaja (@KusumasondjajaS) October 14, 2019
"Yang memberi komentar-komentar ganas itu apa ya sudah membaca draft lengkapnya, supaya paham konteks tulisan SAMPAH itu? Apa sudah paham bagaimana interaksi si mahasiswa & dosen sampai tulisan itu keluar? Kalau tidak, Anda jauh lebih parah daripada si dosen. Anda menghujat tanpa dasar yang kuat," lanjutnya.
Menurut Sony, kebanyakan respon yang bersifat 'jugmental' menyelipkan argumentasi yang bersifat asumsi. Dia pun menyayangkan banyaknya orang Indonesia yang kerap menggugat dan menghujat berdasarkan asumsi yang belum pasti.
Kalau Anda cuma melihat DUA FOTO yg mengusik pikiran Anda, lalu Anda merasa berhak menghakimi dan memaki orang2 yg terlibat di foto itu (tanpa paham konteksnya), berarti yang bermasalah adalah Anda. Dan pikiran buruk Anda. Bukan siapapun yg ada di foto itu.