Terungkap, Ini Penyebab Lion Air Jatuh di Laut Karawang

- Jumat, 25 Oktober 2019 | 16:22 WIB
KNKT merilis kecelakaan pesawat Boeing 737-8 MAX milik maskapai Lion Air. (Indozone/Sigit N)
KNKT merilis kecelakaan pesawat Boeing 737-8 MAX milik maskapai Lion Air. (Indozone/Sigit N)

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) merilis, kecelakaan pesawat Boeing 737-8 MAX milik maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 di Tanjung Karawang, Jawa Barat, 29 Oktober 2018 lalu diakibatkan kerusakan pada kendali pesawat, indikator ketinggian, dan kecepatan atau Angle of Attack (AOA). 

"AOA sensor kiri yang dipasang mengalami deviasi sebesar 21 derajat yang tidak terdeteksi pada saat diuji setelah dipasang," kata Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono, di kantor KNKT, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Jumat (25/10).

Kerusakan indikator kecepatan dan ketinggian di pesawat itu terjadi pertama kali pada tanggal 26 Oktober 2018 dalam penerbangan dari Tianjin, China ke Manado, Indonesia. Setelah beberapa kali perbaikan pada kerusakan yang berulang, pada tanggal 28 Oktober 2018 Angle of Attack (AOA) sensor kiri diganti di Denpasar, Bali.

AOA sensor kiri yang dipasang mengalami deviasi sebesar 21 derajat yang tidak terdeteksi pada saat diuji setelah dipasang. Deviasi ini mengakibatkan perbedaan penunjukan ketinggian dan kecepatan antara instrument kiri dan kanan di cockpit, juga mengaktifkan stick shaker dan Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) pada penerbangan dari Denpasar ke Jakarta. 

"Pilot, ketika itu (Penerbangan Denpasar ke Jakarta) berhasil menghentikan aktifnya MCAS dengan memindahkan STAB TRIM switch ke posisi CUT OUT, sehingga pesawat bisa mendarat di Jakarta," ungkapnya.

Pilot sendiri telah melaporkan kerusakan yang terjadi, namun tidak melaporkan stick shaker dan pemindahan STAB TRIM ke posisi CUT OUT.

"Hal itu karena lampu peringatan AOA Disagree tidak tersedia sehingga pilot tidak melaporkannya. Masalah yang dilaporkan ini hanya dapat diperbaiki menggunakan prosedur perbaikan AOA Disagree," jelasnya.

Kemudian pada tanggal 29 Oktober 2018 atau pada waktu kejadian, pesawat dioperasikan dari Jakarta ke Pangkal Pinang. FDR (Flight Data Recorder) merekam kerusakan yang sama terjadi pada penerbangan ini. 

"Pilot kemudian melaksanakan prosedur non-normal untuk IAS Disagree, namun tidak mengenali kondisi runaway stabilizer. Beberapa peringatan, berulangnya aktivasi MCAS dan padatnya komunikasi dengan ATC berkontribusi pada kesulitan pilot untuk mengendalikan pesawat hingga pesawat itu terjatuh," ungkapnya. (SN)

Artikel Menarik Lainnya:

Ini Perbedaan Baju Koko dan Baju Takwa!

Indonesia Dibayangi Rekor Buruk Tim Asia Tenggara di Piala Dunia U-20

Pajak Moge Turun, Angin Segar Buat Pemain Roda Dua

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X