Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Lebih Berdimensi bagi Politik Masa Depan, Kenapa?

- Jumat, 13 Januari 2023 | 22:04 WIB
Delapan pimpinan partai politik bertemu untuk membahas sistem proporsional tertutup dalam pelaksanaan Pemilu 2024 yang diwacanakan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU). (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)
Delapan pimpinan partai politik bertemu untuk membahas sistem proporsional tertutup dalam pelaksanaan Pemilu 2024 yang diwacanakan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU). (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)

Delapan elite partai politik (parpol) menyampaikan sikap bersama terkait penolakan wacana sistem pemilu proporsional tertutup diberlakukan kembali. Mereka ingin di Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka.

Mengenai hal tersebut, Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai argumen untuk kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup tidak berkembang dan cenderung terjebak ke masa lalu. Berbeda dengan argumen pendukung proporsional terbuka yang cenderung berkembang dan berdimensi masa depan.

"Saya kira mempertahankan argumennya (proporsional terbuka) itu jauh lebih banyak, bisa tiga kali lipat dari kembali ke proporsional tertutup," kata Ray kepada wartawan, Jumat (13/1/2023).

Menurutnya, tiga garis besar argumen yang mendukung sistem proporsional tertutup yakni peserta pemilu adalah parpol, konsolidasi parpol, dan pemilu berbiaya rendah. Sementara itu, argumen pendukung proporsional terbuka justru terus berkembang.

"Kalau itu berdimensi masa lalu, sudah kita alami. Justru terbuka itu adalah titik balik dari yang lalu," ujarnya.

Baca Juga: Demi Antisipasi Resesi Global, Ini yang Wajib Dilakukan oleh Indonesia

Ray menjelaskan argumen penguat sistem proporsional terbuka yang berhubungan dengan masa depan yakni keberadaan dan perkembangan media sosial.

"Kita ini hidup di era teknologi, di mana era media sosial menjadi perangkat yang paling utama dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan di media sosial itu politik juga diatur. Sudah banyak keputusan-keputusan politik itu berdasarkan media sosial," ungkapnya.

Menurut Ray, hal itu menandakan dominasi media sosial begitu besar dan mampu menentukan wajah politik. 

“Artinya dominasi atau peran media sosial di masa mendatang untuk menentukan wajah-wajah politik jauh lebih kuat dibandingkan dengan peran partai politik," tambahnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesian Politics Research & Consulting (IPRC)  Firman Manan mengatakan, penolakan sistem proporsional tertutup harus ditindaklanjuti dengan partai tersebut menjawab kelemahan dari sistem pemilu yang kini berlaku, yaitu sistem proporsional terbuka. 

Baca Juga: Kartu Prakerja Dituntut Mampu Cetak Tenaga Kerja yang Kompetitif

“Delapan parpol menolak dan tetap pada sistem proporsional terbuka. Bukan hanya menolak sebetulnya, tetapi apa yang bisa dilakukan. Dalam konteks ini, misalnya kritik-kritik terhadap sistem proposional terbuka,” kata Firman.

Dia menambahkan, apabila proporsional terbuka menjauhkan partai dengan publik, karena kedekatannya dengan kandidat. 

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X