Akademisi Sebut Beberapa Keanehan dalam Demonstrasi Mahasiswa

- Kamis, 3 Oktober 2019 | 14:43 WIB
Ilustrasi/ANTARA FOTO/Reno Esnir
Ilustrasi/ANTARA FOTO/Reno Esnir

Akademisi dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikhael Bataona mengatakan ada keanehan dalam gerakan mahasiswa yang menuntut pembatalan revisi Undang-undang (UU) KPK dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Menurutnya, para demonstran belum sepenuhnya memahami substansi tuntutan mereka, tapi justru menolak berdialog dengan Presiden Joko Widodo.

Dia menjelaskan, hal pertama yang perlu diluruskan bahwa demonstrasi adalah sebuah cara konstitusional dalam demokrasi. Hanya saja, kata Mikhael, demonstrasi mahasiswa ini dilakukan atas sebuah isu yang belum dipahami secara benar oleh semua mahasiswa.

-
Ilustrasi/ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Bahkan, mereka yang menjadi penggerak demonstrasi dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia saja saat dikonfrontir oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly dalam sebuah debat, tidak mampu berargumentasi soal substansi protes mereka tentang pasal-pasang dalam KUHP itu.

 

"Artinya, ada keanehan dalam demonstrasi ini, di mana mereka yang berdemonstrasi, belum sepenuhnya paham akan substansi tuntutan mereka," tegas Mikhael Bataona di Kupang, Kamis (3/10).

Kedua, para mahasiswa butuh berdiskusi secara tajam dan argumentatif soal isu ini, sebelum menyuarakan tuntutan mereka.

"Karena akan menjadi lucu ketika mereka memaksakan jumlah kepala sebagai patokan dalam aksi, dan lupa bahwa jumlah isi kepala itu lebih penting," katanya.

-
Ilustrasi/ANTARA FOTO/Seno

Hal berikutnya adalah masyarakat membaca bahwa mahasiswa saat ini sepertinya bernostalgia dengan senior-senior mereka dalam Gerakan Mahasiswa tahun 1998. Menurut Mikhael, kebengisan dan pembungkaman di zaman rezim otoriter Orde Baru sangat berbeda dengan situasi politik saat ini.

Persoalan Hasil Pilpres

Dia menambahkan, jangan sampai demonstrasi mahasiswa yang mulia, kemudian ditunggangi kelompok yang masih mempersoalkan hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) yang baru saja usai.

Bahkan, lebih bahaya lagi adalah sebagaimana apa yang publik suarakan di media sosial bahwa, jangan sampai mahasiswa yang berdemonstrasi adalah pemilih yang dalam Pilpres silam mendukung calon yang kalah.

-
Ilustrasi/ANTARA FOTO/Reno Esnir

"Saya kira penilaian ini wajar, karena itu fakta bahwa mahasiwa yang berdemo juga pemilih, dan sulit dideteksi motif politik mereka secara tepat," katanya.

Hal berikut menurut dia, yang juga penting dicek kebenarannya adalah klaim bahwa mahasiswa adalah pengubah bangsa.

"Apakah dengan mempercayai sebuah fakta bahwa gerakan mahasiswa 98 adalah pengubah bangsa atau yang mereformasi bangsa, maka gerakan mahasiswa pasca 98, apa pun itu, adalah juga manifestasi dari sprit 'gerakan perubahan bangsa?'," katanya dalam nada tanya.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X