BPS Usul Kenaikan Cukai Rokok Bertahap Agar Tidak Picu Inflasi Tinggi

- Jumat, 1 November 2019 | 13:29 WIB
Kepala Badan Pusat Statistik, Suhariyanto. (Dok.Indozone/Sigit Nugroho)
Kepala Badan Pusat Statistik, Suhariyanto. (Dok.Indozone/Sigit Nugroho)

Badan Pusat Statistik (BPS) berpendapat, pemerintah sebaiknya menaikkan tarif cukai rokok secara bertahap dan tidak sekaligus 21,55 persen. Hal itu guna menghindari dorongan inflasi yang terlalu tinggi karena memang di 2020 mendatang target inflasi di APBN dipatok lebih rendah dari tahun ini 3,5 persen. 

Menurut Kepala BPS, Suhariyanto, andil rokok dan tembakau di dalam perhitungan inflasi memang sangat rendah, yaitu hanya 0,01 persen. Meski demikian, dilihat dari tingkat inflasi bulanan rokok tetap menjadi salah satu komoditas penting yang harus dihitung BPS. 

"Rokok kan tiap bulan juga kelihatan, naiknya tipis, menyumbang 0,01. Tiap bulan muncul segitu. Jadi kalau nanti kenaikan cukai itu tidak seketika, maka kenaikannya sedikit, tidak akan terasa," ujar Suhariyanto menjawab pertanyaan Indozone di kantor BPS Jakarta, Jumat (1/11).

Sementara itu terkait rencana kenaikan iuran BPJS non PBI pada 1 Januari 2020 mendatang, Suhariyanto optimis bahwa hal itu tidak akan membawa dampak ke tingkat inflasi nasional. Pasalnya, BPS tidak menghitung andil iuran BPJS yang masuk dalam kelompok pendidikan dan kesehatan karena andilnya sangat kecil, dibawah 0,01 persen dan bisa diabaikan dalam perhitungan inflasi nasional. 

"Pasti nanti ada dampaknya, tapi kan kita membatasinya kalau yang saya highlight yang kontribusinya 0,01 persen, itu kan 0,01 persen kecil banget, berarti dia (iuran BPJS) tidak sampai kesana (tidak diperhitungkan)," jelasnya.

Pernyataan BPS ini berbeda dengan pendapat Ekonom. Sebelumnya, Ekonom senior dari Center Of Reform On Economics (CORE) Indonesia, Hendry Saparini menghawatirkan bahwa kenaikan tarif-tarif yang akan terjadi tahun 2020, termasuk juga pengurangan subsidi energi, bakal mendongkrak laju inflasi. 

"Sekarang ini kita tekanan terhadap inflasi selain pada kelompok makanan, juga pada sektor energi, termasuk juga BPJS yang mau naik dan cukai rokok. Akan ada tekanan inflasi yang luar biasa lebih tinggi daripada tahun ini," kata Hendry kepada indozone.id di Jakarta, Rabu (30/10) lalu.  

Ia menyebut, keberhasilan pemerintah menjaga tingkat inflasi di tahun-tahun sebelumnya diperoleh dari komoditas pangan yang terjaga. Sementara itu, faktor-faktor pendorong inflasi diluar pangan selama ini tidak terlalu menjadi fokus pemerintah. 

Hal ini yang kemudian harus menjadi perhatian karena pada saat yang bersamaan, tekanan ekonomi global juga sedang terjadi. 

"Jadi kalau kemudian dua-duanya kita hadapi tantangan yang lebih besar dan itu akan jadi kunci. Karena kuncinya bukan hanya pertumbuhan ekonomi, tapi juga pertumbuhan ekonomi dan inflasi pada kelompok (penghasilan) bawah," pungkasnya.  (SN)

Artikel Menarik Lainnya

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X