Aturan yang Tak Jelas Disebut Jadi Pemicu Kontroversi Refund Tiket Pesawat

- Selasa, 21 April 2020 | 08:50 WIB
Ilustrasi tiket pesawat. (Unsplash/Amir Hanna)
Ilustrasi tiket pesawat. (Unsplash/Amir Hanna)

Pengamat Aviasi Gatot Raharjo menilai, permasalahan yang timbul terkait refund tiket penerbangan yang terjadi saat ini, diakibatkan tidak adanya mekanisme yang jelas dan detail yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub), sehingga meskipun pada Permenhub PM 185 tahun 2015 pasal 10 disampaikan soal pengaturan refund tiket, namun tidak dijelaskan secara rinci soal mekanisme refund tiket tersebut. 

"Masalahnya memang pelik, di Peraturan Menhub  PM 185 tahun 2015 tentang standar pelayanan penumpang kelas ekonomi angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri, pada pasal 10 itu maskapai wajib mengembalikan (refund tiket) apabila penumpang membatalkan penerbangan. Ada prosentase pengembaliannya berdasar waktu cancel-nya," ujar Gatot saat dihubungi Indozone, Selasa (21/4/2020). 

"Kalau masuk force majour, bisa dikembalikan 100% dengan potongan biaya administrasi yang beda-beda tiap layanan. Tapi di PM itu tidak disebutkan pengembaliannya dalam bentuk apa, apakah harus cash atau boleh pakai voucher. Tidak ada aturannya yang jelas," sambungnya.

Menurut Gatot, pengembalian tiket dengan travel voucher seharusnya memang diperbolehkan, sebab jika setiap pengembalian harus berbentuk uang cash, maka hal itu akan membuat guncang cash flow maskapai penerbangan. 

"Karena kalau uang cash, kadang-kadang bisa membuat cash flow maskapai guncang. Tapi juga voucher-nya sebaiknya tetap penggantian uang cash dengan jangka waktu tertentu, bukan pengganti tiket terbang di lain waktu. Masalahnya adalah, sekarang cash flow maskapai sudah goncang, jadi sekarang gak mungkin mereka keluarkan uang tunai," tuturnya. 

-
Screenshot proses refund tiket melalui salah satu travel agent. (INDOZONE/Fahmy Fotaleno)

Menurutnya, cara yang paling bijak dilakukan maskapai saat ini yaitu melakukan pengembalian tiket kepada calon penumpang melalui pemberian voucher sebagai pengganti uang cash, namun dalam jangka waktu tertentu atau setelah kondisi cash flow maskapai benar-benar stabil, baru pihak maskapai melakukan pengembalian dalam bentuk uang. 

"Jadi selama waktu menunggu itu, maskapai harus dikuatkan. Karena sekarang masa-masa sulit. Yang paling bisa membantu menguatkan maskapai, ya regulator. Pemberian stimulus atau insentif harus dipercepat agar kondisi maskapai cepat membaik," tuturnya. 

Mekanisme tersebut lanjut dia, merupakan win-win solution. Jadi semua pihak terliba dan tidak hanya mengandalkan hubungan maskapai-penumpang.

"Kalau maskapai bangkrut, itu malah lebih rugi lagi pegawai, penumpang, travel agent, karena mereka berada di nomor terakhir kalau ada pemberian hak dari kurator," pungkasnya.

Sebelumnya, Corporate Communications Strategic Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro mengatakan, pihaknya telah membuka kesempatan bagi calon penumpang yang ingin melakukan refund atau me-reschdule tiket penerbangan mereka, sebagai imbas dari mewabahnya virus corona (Covid-19) ini. 

Namun demikian, kata Danang, refund tiket mudik Lebaran tersebut hanya bisa diberikan dalam bentuk travel voucher, bukan pengembalian uang tiket 100%.

"Untuk proses refund, itu menggunakan sistem travel voucher. Travel voucher itu bisa digunakan maksimal pada bulan Oktober 2020," ujar Danang saat dihubungi Indozone pada Jumat (17/4/2020). 

Artikel Menarik Lainnya:

Halaman:

Editor: Fahmy Fotaleno

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X