Sosiolog Jelaskan Alasan Perbedaan Risma dan Anies Tanggapi Kritik

- Jumat, 7 Februari 2020 | 20:10 WIB
Kiri: Tri Rismaharini. (Humas Pemkot Surabaya), Kanan: Anies Baswedan. (ANTARA FOTO/Suwandy)
Kiri: Tri Rismaharini. (Humas Pemkot Surabaya), Kanan: Anies Baswedan. (ANTARA FOTO/Suwandy)

Langkah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melaporkan pengguna media sosial yang menyebut dirinya 'kodok' menuai banyak reaksi. 

Tak sedikit yang mencibir dan membandingkannya dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Khususnya ketika wajah Anies dibuat meme menjadi tokoh Joker.

Masyarakat menilai langkah Risma terlalu berlebihan. Mereka memandang seharusnya Risma meniru langkah Anies yang tak menggubris saat mendapat julukan negatif. 

Menurut sosiolog dari Universitas Nasional Sigit Rochadi, cara pejabat atau politikus menanggapi kritik negatif memang berbeda. Ada beberapa faktor yang memengaruhinya.

"Pertama, tidak terlepas dari kedewasaan dalam berpolitik. Jam terbang yang mumpuni membuat seseorang mampu membaca situasi dan menempatkan diri," ujar Sigit saat dihubungi Indozone melalui sambungan telepon, Jumat (7/2/2020).

Faktor kedua adalah orang-orang yang berada di sekitar pejabat atau politikus tersebut.

"Bagaimana orang-orang di sekitarnya meyakinkan, bahwa ini (mendapat julukan negatif) bagian dari kritik," kata Sigit.

Dirinya menekankan, apabila julukan yang diterima oleh pejabat disamakan dengan hewan, memang sengaja dilakukan oleh orang-orang yang tidak disukainya. 

Sigit mengungkapkan jika orang-orang yang tidak suka itu lebih memilih kata-kata yang bisa menjatuhkan.

"Meskipun dalam ilmu sosial dan politik cara-cara seperti itu tidak dibenarkan. Label dengan hewan seperti Pak SBY diberi label kerbau, Pak Habibie kelinci, itu memang suatu bentuk penghinaan luar biasa," ucap Sigit.

Ia mengatakan, para pengkritik seharusnya memahami batas-batas untuk memberikan kritik. Kritik sebaiknya diberikan pada kebijakan, bukan pada hal-hal yang berkaitan secara personal. Kalau kritik diberikan secara personal, siapapun bisa menuntut.

"Dalam demokrasi sebenarnya ada batas, jangan menyinggung hal-hal yang sifatnya SARA dan personal. Jadi kritik itu dibenarkan kalau kaitannya dengan kebijakan. Kalau sudah menyangkut personal ranahnya sudah berbeda," tandas Sigit.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Polres Langkat Musnahkan Barbuk Ganja dan Sabu

Rabu, 17 April 2024 | 11:20 WIB
X