Saat Fintech Disorot Soal Perlindungan Data

- Senin, 23 September 2019 | 17:02 WIB
Fintech Expo 2019 (LINK AJA)
Fintech Expo 2019 (LINK AJA)

Di tengah perkembangan Fintech di Indonesia yang mulai menggeliat terhadap kontribusi ekonomi Indonesia, perusahaan layanan data digital ini, terus disorotan terutama terkait perlindungan data nasabah atau pelanggannya.

Perlindungan data ini pun, menjadi salah satu konsen pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan dan berjanji segera menghadirkan undang-undang sebagai payung hukumnya. 

Dari data OJK, sudah tercatatnya 48 perusahaan fintech yang masuk ke dalam 15 kluster inovasi keuangan digital serta sudah terdaftar dan beriizinnya 127 perusahaan fintech peer to peer lending sampai Agustus 2019. Namun, jumlah fintech ilegal terus menjamur di Indonesia.

Paling tidak, jumlah Fintech peer to peer lending tidak terdaftar atau memiliki izin usaha dari OJK tahun 2018 sebanyak 404 entitas. Sedangkan sampai Agustus 2019, sebanyak 826 entitas. Sehingga secara total sejak 2018 yang telah ditangani sebanyak 1230 entitas.

Berdasarkan hasil penelusuran terhadap lokasi server entitas tersebut, sebanyak 42 persen entitas tidak diketahui asalnya, diikuti dengan 22 persen dari Indonesia, 15 persen dari Amerika Serikat, dan sisanya dari berbagai negara lain.  

BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Menteri Keuangan pun, sepakat harus ada aturan khusus untuk meningkatkan perlindungan data yang saat ini menjadi akar masalah. Pemerintah diyakini perlu membuat kebijakan berupa Undang-Undang (UU) ataupun Peraturan Menteri (Permen) terkait perlindungan data walaupun sudah ada UU ITE. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui belum ada kerangka hukum yang melindungi data. Paling tidak, perlu ada dua hal diperhatikan terkait data. Pertama, mengedukasi masyarakat jika data itu penting sehingga perlu lokalisasi dan  kedua, perlu ada tata kelola yang baik dalam memproses data. 

“Saat ini, data dikumpulkan setiap detik tanpa sepengetahuan pemiliknya. Ini adalah hal yang sangat penting di era digital,” kata Sri Mulyani saat Indonesia Fintech Summit & Expo 2019, Senin (23/9). 

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan jika data saat ini ibarat minyak di era digital. Sehingga, pemerintah perlu membuat aturan tentang perlindungan, salah satunya terkait pengaturan lokalisasi data dengan membangun infrastruktur data publik. 

"Indonesia perlu belajar dari India. Sebagian datanya bisa dilihat publik dan ada yang tidak,” katanya.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengakui jika data individu yang terlindungi, sesuai aturan saat ini, hanya untuk nasabah perbankan dan asuransi. Sehingga aturan untuk nasabah Fintech harus dihadirkan ke publik. Selama ini, masyarakat tidak sadar jika datanya tersebar setelah daftar layanan keuangan digital.

"Kalau ada UU soal kepentingan data maka bisa lindungi masyarakat," ujar Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 di JCC, Jakarta, Senin (23/9). 

Perlindungan data nasabah fintech, saat ini perlu dihadirkan untuk kepentingan upaya perlindungan. OJK, berkeyakinan akan segera menghadirkan aturan perlindungan data nasabah fintech dan membangun ekosistem data. 

"UU bisa memberikan kerangka keamanan dan keselamatan data yang baik. Kami harus mengelaborasi lagi. Belum ada UU yang melindungi informasi individu tersebut,” katanya. 

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Motor Kepeleset, Dua Jambret Ditangkap di Monas

Senin, 18 Maret 2024 | 14:10 WIB

Fotokopi KTP Tidak Berlaku Lagi, Ini Penggantinya

Sabtu, 16 Maret 2024 | 18:05 WIB
X