Jawab SBY, PDIP Sebut Kenaikan Suara Partai Demokrat di Pemilu 2009 Adalah Anomali

- Senin, 19 September 2022 | 09:50 WIB
Susilo Bambang Yudhoyono. (Kiri), Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. (Kanan) (ANTARA/Rivan Awal Lingga/M Risyal Hidayat)
Susilo Bambang Yudhoyono. (Kiri), Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. (Kanan) (ANTARA/Rivan Awal Lingga/M Risyal Hidayat)

Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto memaparkan berbagai data penelitian mengenai keanehan dalam pemilu pada era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Adapun hal ini merespon pernyataan SBY terkait ada upaya Pilpres 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil.

Hasto menyatakan SBY tidak bijak ketika membuat tuduhan itu.  Ia kemudian mencontohkan kehadiran partai elektoral yang dipengaruhi gelombang reproduksi politik Amerika Serikat di Indonesia. Di mana, pada 2009, berhasil mendapat kenaikan suara 300 persen dibanding raihan di Pemilu 2004.

"Sistem multipartai seperti Indonesia yang sangat kompleks dengan intensitas persaingan yang sangat tinggi, sebenarnya tidak memungkinkan bagi parpol seperti Partai Demokrat untuk mengalami kenaikan 300 persen pada Pemilu 2009 lalu. Ini adalah suatu anomali di dalam pemilu," kata Hasto dikutip Senin (19/9/2022).

BACA JUGA: Di Rapimnas, AHY Klaim Rakyat Rindukan Kepemimpinan SBY

Menurut Hasto, jurus kemenangan Demokrat itu adalah memadukan jurus pemenangan politik model Amerika, Thailand, dan Afrika, yang dirasionalisasikan melalui berbagai politik citra dan bandwagon effect.

Hasto lalu memaparkan beberapa faktor yang terjadi di lapangan pada saat itu. PD meniru strategi Thaksin di Thailand, dengan penggelontoran USD 2 miliar dana untuk kepentingan elektoral dari Juli 2008 hingga Februari 2009.

“Sehingga menurut Marcus Mietzner, elektoral Demokrat dan Pak SBY terjadi skyrocketing. Ini kajian akademis," tutur Hasto.

Yang kedua, sambung dia, adalah sistem pemilu tanpa nomor urut, yang disertai bandwagon effect melalui survei dan pencitraan. Ada pula penggunaan instrumen negara.

"Ini kan model Amerika. Penyusupan agen partai ke KPU, oknum aparatur negara, ini model Afrika. Buktinya kan seperti pak Anas Urbaningrum, ibu Andi Nurpati yang kemudian direkrut ke Partai Demokrat," kata Hasto.

"Kemudian, manipulasi daftar pemilih, itu luar biasa, ini juga zaman Pak SBY. Dimana, di zaman Pak Harto saja, tak pernah melakukan manipulasi DPT. Ini DPT dimanipulasi secara masif. Belanja iklan juga, ini duitnya dari mana?" tambah Hasto.

BACA JUGA: Pergi ke Malaysia, SBY Tidak Hadiri Sidang Tahunan MPR 2022

Dari strategi kebijakan, saat itu ada kenaikan harga BBM. Kondisi era SBY berbeda dengan jaman Jokowi saat ini. Saat menjabat, SBY mewarisi kondisi fiskal yang baik hasil kerja Pemerintahan Megawati Soekarnoputri, dengan defisit di bawah 1 persen. Saat itu, terjadi kestabilan moneter dan keuangan, krisis IMF juga diselesaikan.

"Tapi kemudian ternyata di balik kenaikan BBM itu justru terjadi suatu politisasi yang luar biasa bagi kepentingan elektoral. Ini ada kajian ilmiahnya. Bagi mereka yang membantah, nanti harus dibantah juga secara ilmiah. Ini mencakup BLT, raskin, dan PNPM. Nah, ini dari Markus Mietzner, model dana tunai langsung ke pemilih, seperti yang dilakukan Thaksin, merupakan jurus utama kemenangan Partai Demokrat," tandas Hasto.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X