Tak Ada Pasal Menjerat Penimbun Masker, Apa yang Harus Hakim Lakukan?

- Kamis, 5 Maret 2020 | 11:07 WIB
Barang bukti masker yang ditimbun mahasiswi berinisial TFH (ANTARA/HO-Humas Polres Metro Jakarta Barat)
Barang bukti masker yang ditimbun mahasiswi berinisial TFH (ANTARA/HO-Humas Polres Metro Jakarta Barat)

Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) Dr David Tobing mengatakan hakim harus melakukan penemuan hukum untuk menjerat penimbun masker, hand sanitizer maupun barang-barang lain yang langka yang menyebabkan harga jualnya lebih mahal sejak maraknya isu virus Corona (COVID-19).

"Hakim harus melakukan penemuan hukum segera karena hakim tidak boleh menangguhkan atau menolak menjatuhkan putusan dengan alasan karena hukumannya tidak lengkap atau tidak jelas,” kata David Tobing, dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Kamis (5/3/2020) seperti mengutip Antara.

Menurut dia, walaupun masker, hand sanitizer, maupun barang-barang lain yang dikategorikan penting pada saat wabah virus Corona tidak terdapat dalam aturan hukum yang ada, namun tetap harus dianggap sebagai barang penting yang tidak boleh disimpan atau ditimbun.

Hal ini diungkapkan David Tobing terkait tindakan pemerintah, Kepolisian, Lembaga dan pihak lainnya menyatakan bahwa pelaku penyimpanan/penimbunan masker dapat dikenakan pidana penjara 5 tahun dan/atau denda Rp50 miliar karena melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan atas kelangkaan masker sejak maraknya isu virus Corona.

Namun barang-barang tersebut yang dikategorikan penting pada saat wabah virus Corona ini tidak terdapat dalam UU Perdagangan, sehingga penimbun barang-barang tersebut tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.

Merujuk kepada Pasal 29 UU Perdagangan kategori barang terdiri dari dua jenis, yaitu Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, di mana jenis-jenis Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting tersebut ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

Jika mengacu Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 Tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Barang Kebutuhan Pokok adalah barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat.

Jenis Barang Kebutuhan Pokok dalam Pasal 2 ayat (6) huruf a yaitu: Barang Kebutuhan Pokok hasil pertanian (beras, kedelai bahan baku tahu dan tempe, cabe, bawang merah), Barang Kebutuhan Pokok hasil industri (gula, minyak goreng, tepung terigu), Barang Kebutuhan Pokok hasil peternakan dan perikanan (daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, ikan segar yaitu bandeng, kembung dan tongkol/tuna/cakalang).

Barang Penting adalah barang strategis yang berperan penting dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional. Jenis Barang Penting dalam Pasal 2 ayat (6) huruf b yaitu:
Benih yaitu benih padi, jagung, dan kedelai, pupuk, gas elpiji 3 (tiga) kilogram, triplek, semen, besi baja konstruksi, baja ringan.

Dari jenis-jenis Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting yang ditetapkan oleh Peraturan Presiden tersebut tidak ditemukan masker maupun hand sanitizer sehingga secara gramatikal Pasal yang menjerat para penyimpan/penimbun masker dan hand sanitizer yang sanksi pidananya penjara 5 tahun dan/atau denda Rp50 miliar tidak tepat digunakan.

Untuk itu, kata David Tobing, meminta hakim harus melakukan penemuan hukum agar bisa menjerat penimbun masker, hand sanitizer, maupun barang-barang lain yang dikategorikan penting pada saat wabah virus Corona saat ini.

"Jalan keluar lainnya adalah Presiden dalam situasi dan kondisi tertentu seperti dalam hal menghadapi wabah virus Corona dapat menetapkan masker dan hand sanitizer maupun barang lain yang terkait virus Corona sebagai Barang Kebutuhan Pokok atau Barang Penting dengan mengacu kepada Pasal 2 ayat (7) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 Tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting," bebernya.

Dalam aturan itu menyebutkan: "Jenis Barang Kebutuhan Pokok dan/atau Barang Penting sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat diubah, berdasarkan usulan Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Nonkementerian terkait".

David Tobing mengharapkan Penegak Hukum tidak hanya berpaku pada penafsiran gramatikal dan tidak salah menerapkan hukum pada penyimpanan/penimbunan masker dan hand sanitizer karena tindakan penyimpanan/penimbunan masker di saat wabah virus Corona merupakan tindakan tidak etis, melanggar hak azasi konsumen untuk menjaga kesehatannya dan juga tindakan penyimpanan/penimbunan tersebut sudah menimbulkan kerugian besar bagi konsumen dan masyarakat luas.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X