WFH dan Perubahan Perilaku Masyarakat Bikin Industri Restoran Meronta di Masa Pandemi

- Rabu, 26 Agustus 2020 | 21:15 WIB
 Pengunjung duduk dengan sekat plastik di The Atjeh Connection Resto and Coffee, Jakarta, Rabu (10/6/2020). (INDOZONE/Febio Hernanto)
Pengunjung duduk dengan sekat plastik di The Atjeh Connection Resto and Coffee, Jakarta, Rabu (10/6/2020). (INDOZONE/Febio Hernanto)

Pandemi virus corona yang telah berlangsung berbulan-bulan mengakibatkan perubahan perilaku masyarakat. Salah satunya adalah menahan diri untuk sering makan di restoran. Apalagi ketika masyarakat diimbau untuk beraktivitas dan bekerja dari rumah (WFH).

Hal ini membuat industri restoran meronta karena pendapatan berkurang drastis. Diakui oleh Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, WFH menjadi tantangan tersendiri untuk industri restoran.

"Perubahan perilaku masyarakat jadi challenge untuk restoran. Dulu restoran tidak cuma buat makan dan minum tapi juga buat berkumpul. Apalagi dengan masih banyaknya WFH, ini akan jadi dampak utama," ungkap Maulana dalam sebuah webinar Selasa (25/8/2020).

Ia juga mengatakan masa pandemi ini membuat restoran dan hotel berada di posisi dilematis saat kunjungan konsumen bisa tiba-tiba sepi dan tiba-tiba meningkat.

"Dengan kondisi adaptasi normal baru, kondisinya restoran yang harus menerapkan standar protokol kesehatan. Problem utamanya adalah menggunakan masker, hand sanitizer, dan social distancing, itu kendala paling utama. Ini lawannya ke revenue," kata Maulana.

-
Pengunjung duduk dengan sekat plastik di The Atjeh Connection Resto and Coffee, Jakarta, Rabu (10/6/2020). (INDOZONE/Febio Hernanto)

 

Posisi dilematis, kata Maulana, dihadapi restoran karena harus mengatur jumlah tamu dengan baik agar physical distancing tetap terjaga.

"Kalau lagi sepi tidak ada masalah, tapi kalau tiba-tiba melonjak itu yang akan jadi masalah. Itu bagaimana strategi kami mengatur tamu yang melonjak dengan protokol standar," lanjut Maulana.

Dengan adaptasi normal baru ini, ia menyebut restoran harus menyambut pasar dengan menerapkan protokol kesehatan yang ditetapkan Kementerian Kesehatan dan mendapatkan label Indonesia Care dari Kemenparekraf.

"Mau tidak mau pasar ingin yakin, mereka harus confidence bahwa restoran sudah menerapkan protokol kesehatan. Karena ini menjadi salah satu kekhawatiran market apakah tempat tersebut sudah menerapkan protokol kesehatan atau tidak. Selain mengatur tamu, ada juga tamu yang belum sadar dan tidak peduli protokol kesehatan," kata Maulana.

Ketidakpatuhan pengunjung terhadap protokol kesehatan di restoran juga menjadi tantangan bagi pihak restoran. Hal ini salah satunya diakui oleh F&B Policy Manager Roemah Kuliner, Fregat Pattiwaelapia.

"Ada yang tidak mau menggunakan thermo gun. Ada beberapa customer yang datang waktu diminta untuk menjalankan pemeriksaan awal suhu, mereka sampai marah-marah, enggak mau ke kepala, maunya di tangan. Mereka bilang takut merusak otak karena setiap kemana-mana di-thermo gun," pungkas Fregat.

 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X