Pertama Kali Terjadi dalam Sejarah, Harga Minyak Mentah Susut di Bawah Nol Dolar

- Selasa, 21 April 2020 | 14:25 WIB
Ilustrasi kilang minyak. (pexels/Loic Manegarium)
Ilustrasi kilang minyak. (pexels/Loic Manegarium)

Di tengah wabah virus corona, minyak mentah berjangka AS anjlok di bawah nol dolar AS, di akhir perdagangan pada Senin (Selasa pagi WIB). Ini menjadi yang pertama kalinya dalam sejarah.

Kondisi ini terjadi karena adanya kelebihan pasokan, yang disebabkan oleh situasi di tengah pandemi virus corona. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman bulan Mei merosot 55,9 dolar AS atau lebih dari 305%, menjadi -37,63 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, setelah menyentuh titik terendah sepanjang masa -40,32 dolar AS per barel.

Harga minyak yang negatif ini menyiratkan bahwa produsen akan membayar pembeli untuk mengambil minyak dari tangan mereka. Menurut Dow Jones Market Data, kondisi ini menjadi yang pertama kalinya kontrak berjangka minyak diperdagangkan negatif dalam sejarah.

-
Ilustrasi pipa minyak mentah. (REUTERS/Richard Carson)

Selain itu, kontrak WTI untuk penyerahan bulan Juni juga jatuh lebih dari 18% menjadi 20,43 per barel. Sementara itu, dalam patokan global, minyak mentah berjangka Brent, untuk pengiriman bulan Juni turun di angka 2,51 dolar AS atau 9% menjadi ditutup pada 25,57 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. 

Penurunan yang dialami oleh Brent tidak separah WTI, karena lebih banyak tempat penyimpanan yang ada di seluruh dunia. Kondisi ini membuat pedagang harus membongkar posisi mereka menjelang berakhirnya kontrak pada bulan Mei.

"Kami menghubungkan pelemahan harga WTI dengan berakhirnya kontrak Mei besok dan volume perdagangan rendah yang menyertainya," kata Giovanni Staunovo, seorang analis komoditas di UBS Global Wealth Management, yang dilansir dari Xinhua pada Senin (20/4/2020).

Analis menyebutkan bahwa permintaan yang lebih lemah di tengah pandemi virus corona dan potensi kelebihan pasokan adalah masalah yang parah.

"Penurunan lebih banyak dalam kontrak berjangka yang likuid cair mencerminkan masalah yang lebih luas yang kita miliki di pasar minyak - kelebihan pasokan parah di kuartal kedua," ujar Giovanni.

-
Ilustrasi kilang minyak. (unsplash/Patrick Hendry)

Badan Energi Internasional (IEA) mengungkapkan, permintaan minyak global diprediksi akan turun hingga 9,3 juta barel per hari (bph) tahun di tahun 2020.

"Dampak dari tindakan penguncian di 187 negara dan wilayah telah membuat mobilitas hampir terhenti," ujar IEA dalam keterangan tertulis.

Di sisi lain,  pada awal bulan April telah terjadi perundingan OPEC, terkait dengan produksi minyak, di mana tercetus kesepakatasn untuk memangkas produksi minyak hingga 9,7 juta barel per hari pada bulan Mei dan Juni 2020.

Kendati demikian, hasil perundingan tersebut masih belum memberikan efek terhadap perubahan harga minyak, karena permintaan yang menurun akibat virus corona, hingga membuat banyak negara menerapkan aturan lockdown. Hal  ini juga terjadi karena adanya dampak dari lemahnya rantai perekonomian global.

Terkait dengan kondisi tersebut, pemerintah terus melakukan pemantauan terhadap perkembangan global sekaligus mempertimbangkan kondisi energi di dalam negeri.

-
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi. (esdm.go.id)

"Terkait harga BBM, saat ini pemerintah masih mencermati dan mengevaluasi terkait perkembangan harga minyak, termasuk rencana pemotongan produksi minyak OPEC+ mulai bulan depan," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi dalam laman resmi kementerian, Selasa (21/4/2020).

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X