BW: Putusan MK Harus Berlandaskan Kebenaran dan Keadilan

- Selasa, 25 Juni 2019 | 21:05 WIB
photo/ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
photo/ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi berharap Mahkamah Konstitusi (MK) dalam mengambil keputusan terkait sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), harus berlandaskan pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

"Yakni sebuah putusan yang berlandaskan pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan sesuai dengan kesepakatan bangsa dan mandat konstitusi, yaitu MK terikat pada pasal 22E ayat 1 UUD 1945," kata Ketua Tim Hukum BPN Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.

Selain itu, BW menilai MK harus menegakkan kebenaran dan keadilan secara utuh, kalau tidak, maka keputusan MK akan kehilangan legitimasi, karena tidak ada kepercayaan publik di dalamnya.

Dia mengatakan, akibatnya maka lebih jauh bukan hanya tidak ada kepercayaan publik namun juga tidak akan ada "public endorsement" pada pemerintahan yang akan berjalan.

Dia juga menilai bahwa satu saja unsur yang menjadi landasan atau rujukan keputusan MK mengandung unsur kebohongan mengenai integritas dan kesalahan terkait profesionalitas misalnya dengan mempertimbangkan kesaksian ahli Eddy Hiariej yang memberikan labelling buruk sebagai penjahat kemanusiaan kepada Le Duc Tho padahal Le Duc Tho adalah Nobel Prize for Peace pada tahun 1973 meski dia akhirnya menolaknya, maka keputusan MK menjadi invalid.

"Kesaksian Prof. Jazwar Koto, PhD (saksi ahli 02) dalam persidangan tentang adanya angka penggelembungan 22 juta yang dia jelaskan secara saintifik berdasarkan digital forensic sama sekali tidak dideligitimasi oleh Termohon/KPU maupun Terkait/Paslon 01," katanya.

Tim Hukum BPN menilai bahwa yang dipersoalkan kepada Jazwar Koto hanyalah soal sertifikat keahlian, padahal dia telah menulis 20 buku, 200 jurnal internasional, pemegang hak paten, penemu dan pemberi sertifikat finger print dan eye print, serta menjadi Direktur IT di sebuah perusahaan yang disegani di Jepang.

Lebih lanjut, Bambang mengatakan terkait dengan kesaksian ahli Jazwar Koto di persidangan yang tidak dibantah itu, dapat dibayangkan, jika mekanisme pembuktiannya dilakukan secara manual, mengadu C1 dengan C1 sungguh akan sangat membutuhkan waktu yang lama.

"Katakanlah pengecekan C1 dengan C1 membutuhkan waktu 1 menit sekali pengecekan, maka pengecekan tersebut akan memakan waktu sekitar 365 tahun dengan asumsi pemilihnya sekitar 192 juta pemilih. Atau kalau pengecekannya didasarkan per-TPS dengan asumsi jumlah TPS 813.330 TPS dan waktu pengecekan setiap TPS memakan waktu 30 menit maka waktu yang dibutuhkan untuk pengecekan secara keseluruhan dapat memakan waktu sekitar 46 tahun lamanya," ujarnya.

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X