Aceh Terapkan Sistem Hukum Adat Tanpa Pengadilan Negeri

- Kamis, 24 Oktober 2019 | 10:30 WIB
photo/Ilustrasi/Wikipedia
photo/Ilustrasi/Wikipedia

Majelis Adat Aceh (MAA) menetapkan Kabupaten Aceh Barat sebagai daerah percontohan dalam penerapan sistem hukum adat di setiap desa dalam menyelesaikan persoalan hukum tindak pidana ringan.

Terdapat 18 perkara yang penyelesaiannya dapat diselesaikan melalui  peradilan adat di desa tanpa harus dilakukan di persidangan Pengadilan Negeri.

Di antaranya, perselisihan dalam rumah tangga, sengketa antara keluarga yang berkaitan dengan faraidh (ahli waris), perselisihan antarwarga, khalwat (mesum), perselisihan tentang hak milik, pencurian dalam keluarga (pencurian ringan), perselisihan harta sehareukat.

Kemudian, pencurian ringan, pencurian ternak peliharaan, pelanggaran adat tentang ternak, pertanian dan hutan, persengketaan di laut, persengketaan di pasar, penganiayaan ringan, pelecehan, fitnah, hasut dan pencemaran nama baik.

Selanjutnya, pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat), pencemaran lingkungan (skala ringan), ancam mengancam (tergantung dari jenis ancaman), serta perselisihan-perselisihan lain yang melanggar adat-istiadat.

Nantinya, kepala desa bertindak sebagai majelis hakim dalam sistem peradilan adat ini dan sekretaris desa bertindak sebagai panitera. Sedangkan, unsur lain di desa seperti imam masjid/imam meunasah, tuha peut atau perangkat desa lainnya bertindak sebagai hakim anggota di setiap persidangan atau peradilan adat.

Dengan pemberlakuan peradilan adat ini, Majelis Adat Aceh berharap setiap persoalan tindak pidana ringan di masyarakat tidak perlu diselesaikan melalui aturan dan mekanisme hukum yang berlaku di Tanah Air.

"Kalau ada hukum sendiri, untuk apa menerapkan aturan hukum lainnya," kata anggota Bidang Hukum Adat MAA Aceh, Abdul Malik Musa SH MHum di Meulaboh, Rabu (23/10).

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X