Heather Dideportasi Usai Dipenjara, Ini Alasan WNA Dapat Dipidana dengan Hukum Indonesia

- Rabu, 3 November 2021 | 10:09 WIB
Kiri: Heather Lois Mack (Istimewa) | Kanan: Ilustrasi hukum (Istimewa)
Kiri: Heather Lois Mack (Istimewa) | Kanan: Ilustrasi hukum (Istimewa)

Heather Lois Mack, Warga Negara Asing (WNA) asal Amerika Serikat tengah menjadi pemberitaan di Tanah Air.

Dia baru saja dideportasi dari Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar setelah menjalani masa hukuman penjara 10 tahun di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Kelas 2A Kerobokan.

Hukuman itu dijalaninya setelah dia terbukti terlibat dalam kasus pembunuhan berencana terhadap ibu kandungnya, Sheila Ann von Wiese di Hotel St Regis, Nusa Dua pada 2014 lalu.

Banyak yang penasaran, mengapa seorang WNA yang terlibat kasus pembunuhan dapat dipidana dengan hukum Indonesia?

Perihal tersebut telah diatur dalam Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dimana disebutkan bahwa dua WNA yang terlibat perkelahian hingga salah satu atau keduanya terluka maka dianggap telah melakukan tindak pidana perkelahian satu lawan satu.

Baca juga: Kilas Balik Kasus WNA Heather Lois Mack yang Bunuh Ibu Kandung 7 Tahun Lalu di Bali

Berikut bunyi Pasal 184 KUHP:

  1. Seseorang diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, jika ia dalam perkelahian satu lawan satu itu tidak melukai tubuh pihak lawannya.
  2. Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan empat bulan, barang siapa melukai tubuh lawannya.
  3. Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun, barang siapa melukai berat tubuh lawannya.
  4. Barang siapa yang merampas nyawa lawannya, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, atau jika perkelahian satu lawan satu itu dilakukan dengan perjanjian hidup atau mati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
  5. Percobaan perkelahian satu lawan satu tidak dipidana.

Buku Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, hal. 51 yang ditulis Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H menyebutkan ada beberapa prinsip dalam pemberlakuan hukum pidana di Indonesia.

Salah satunya Prinsip Teritorialitas yang menganggap bahwa hukum pidana Indonesia berlaku bagi siapapun yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah Republik Indonesia. 

Buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, hal 29 yang ditulis R Soesilo menyebutkan Prinsip Teritorialitas ditegaskan dalam Pasal 2 KUHP.

Pasal tersebut menyatakan bahwa hukum pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja, baik WNI, maupun WNA dengan tidak membedakan kelamin atau agama, kedudukan atau pangkat, yang berbuat peristiwa pidana dalam wilayah Republik Indonesia.

Dengan demikian, dua WNA yang terlibat perkelahian hingga salah satu atau keduanya terluka di wilayah Republik Indonesia maka dapat dipidana dengan hukum Indonesia.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X