Mujahid 212 Tak Mau Ahok Jadi Pemimpin di Ibu Kota Baru

- Sabtu, 7 Maret 2020 | 11:53 WIB
Kiri: Aksi Mujahid 212 (ANTARA/Galih Pradipta) Kanan: Ahok (ANTARA/Hiro)
Kiri: Aksi Mujahid 212 (ANTARA/Galih Pradipta) Kanan: Ahok (ANTARA/Hiro)

Alumni Aksi 212 atau Mujahid 212, menyatakan dengan tegas bahwa mereka menolak pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Tak hanya itu, mereka juga tak ingin Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi Kepala Badan Otoritas Ibu Kota Negara (IKN).

Pernyataan ini disampaikan oleh Ketua Korlabi Damai Hari Lubis. Awalnya, Damai berbicara terkait anggaran yang harus dikeluarkan untuk proses pemindahan ibu kota.

-
Ilustrasi peserta aksi Mujahid 212. (ANTARA/Zarqoni Maksum)

"Oleh karena selain anggaran biayanya akan spektakuler atau luar biasa dan diasumsikan akan kembali berutang dengan meminjam kebutuhan pembangunan Ibu Kota melalui kreditor China, Tiongkok. Selain pinjaman kepada investor China asing dan aseng, biaya pasti sangat besar bagi Presiden untuk mendapatkan persetujuan dari DPR RI," kata Damai kepada wartawan, Kamis (5/3/2020).

Damai juga menyarankan agar Presiden Joko Widodo bisa mendengarkan sejumlah saran dan masukan dari berbagai tokoh sebelum berhadapan dengan DPR. Menurutnya, pemindahan ibu kota ini berkaitan dengan kerawanan dari sisi politis dan pertahanan negara.

"Selain itu, dibutuhkan juga anggaran spektakuler lainnya, yaitu kewajiban untuk melakukan kajian ilmiah (seminar-seminar) untuk merevisi terhadap beberapa perundang-undangan yang berlaku, antara lain (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang pemerintah provinsi Ibu Kota Jakarta sebagai ibu kota NKRI, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah," ujarnya.

Selain membicarakan soal anggaran, Damai juga menyinggung topik tentang Ahok yang disebut-sebut menjadi salah satu kandidat pimpinan ibu kota yang baru. Secara tegas, Damai langsung menolak Ahok untuk jadi pimpinan ibu kota yang baru.

-
Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. (ANTARA FOTO/Moch Asim)

"Kami butuh sampaikan statement bahwa apabila DPR RI sebagai wakil rakyat menyetujui kepindahan ibu kota negara ini, dan sebagai calon kepala daerahnya adalah Ahok, maka kami katakan dan nyatakan secara tegas," ujar Damai.

"Kami menolak keras Ahok lantaran fakta-fakta pribadi Ahok merupakan seorang jati diri yang memiliki banyak masalah, Ahok perlu kejelasan hukum atas masa lalunya selaku wagub dan gubernur DKI periode sebelum Anies (referensi laporan Ahok oleh Marwan Batubara ke KPK maupun statement lewat media termasuk orasi-orasi ke publik)," sambungnya.

Tak sampai di situ, Damai juga menyinggung perihal karakter dan kepribadian mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

"Sementara Ahok jelas pribadi yang rawan, karena faktor trust yang banyak melilit dirinya. Bahkan issue untrusting dimaksud adalah terkait dengan lembaga anti rasuah alias KPK bersumber dari bukti autentik, bukti yang dikeluarkan oleh lembaga negara (BPK)," ujar Damai.

"Bahkan data tak terbantahkan salah satunya biografi Ahok, dirinya berstatus eks napi, karena fakta hukum Ahok dulu menistakan Al-Qur'an, kitab suci umat muslim, umat mayoritas negeri ini, dengan modus 'menghina' surah Al-Maidah ayat 51," lanjutnya.

"Sebagai penutup sebelum permasalahan isu korupsi Ahok terselesaikan secara transparan kepada publik, kami nyatakan kami menolak Ahok tidak terbatas CEO IKN, melainkan juga termasuk minta agar Erick Thohir mencopot Ahok dari posisi Komisaris Pertamina!" ungkap Damai lagi.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Zega

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X