Media sosial Ikut Ramai dalam Pertempuran di Hong Kong

- Jumat, 16 Agustus 2019 | 10:35 WIB
Edgar Su / Reuters
Edgar Su / Reuters

Akun anonim  di media sosial Hong Kong sedang ramai dan dan dibuat oleh para demonstran guna menghindari identifikasi dan penangkapan oleh otoritas polisi. Pakar media mengatakan teknologi memainkan peran penting dalam dokumentasi, organisasi, dan pengerahan massa demonstran dalam skala besar. 

Pada 2014, gerakan pro-demokrasi di Hong Kong untuk citra payung kuning secara luas bertindak karena Facebook. Menggunakan media sosial sebagai alat untuk menggalang dukungan dalam gerakan politik bukanlah hal baru di Hong Kong. 

Melansir dari cnbc.com, para pengunjuk rasa Hong Kong saat ini menggunakan media sosial untuk meningkat kesadaran akan keamanan cyber dan meningkatkan pemahaman tentang bagaimana berkomunikasi secara efektif dengan media.

'Pertempuran melawan opini publik'

Media sosial telah mengubah cara orang mendokumentasikan sejarah, kata Tracy Loh, dosen senior manajemen komunikasi di Singapore Management University, dalam pernyataannya kepada CNBC.

Sama seperti dalam "Gerakan Payung" 2014, media sosial digunakan oleh pengunjuk rasa untuk menyembunyikan identitas, menyebarkan informasi, memobilisasi demonstran dan menghindari penahanan, tetapi sekarang sudah melampaui itu, menurut Loh. 

"Saat ini kedua belah pihak menggunakan sosial media untuk memenangkan hati dan pikiran masyarakat. Kedua belah pihak menggunakan gambar kebrutalan polisi atau kebrutalan pengunjuk rasa untuk memajukan agenda mereka sendiri, " katanya.

Media sosial telah digunakan "sebagai alat dalam memperjuangkan opini publik." kata Loh. Ia menambahkan bahwa telah menjadi semakin sulit bagi pengguna dan konsumen konten online karena mereka harus "berurusan dengan informasi yang salah dan berita palsu."

Gerakan 'Tanpa Pemimpin'

Grup dan saluran Telegram telah dibuat untuk berbagi berita terbaru, beragam informasi dan tindakan atau kegiatan yang sedang berlangsung dan yang akan datang, kata King-wa Fu, associate professor di Journalism and Media Studies Center di Hong Kong University. 

Profesor itu menambahkan bahwa saluran-saluran itu sudah bisa menjadi "Saluran mobilisasi yang kuat" serta alat koordinasi.

Forum-forum lokal seperti LIHKG, sebuah forum online mengalami pertumbuhan signifikan dari tahun ke tahun dan banyaknya postingan protes. Aplikasi itu bahkan tumbuh hingga 900 persen. 

Melalui media sosial berbagai kelompok kecil bisa "memulai agenda, ide kampanye, dan strategi baru. 

Yang menarik adalah, protes yang sedang berlangsung kali ini tanpa pimpinan, tanpa tokoh utama. Dalam protes kali ini, belum ada individu atau organisasi yang mengklaim memimpin gerakan. 

Fu, eorang penguji lama dari persimpangan antara politik dan media, mengatakan kepada CNBC, "tanpa figur pimpinan, alat media sosial telah memberikan 'karakterisasi' gerakan tanpa pemimpin "gerakan pro-demokrasi."

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X