Kok Bisa Keraton Agung Sejagat Rekrut Pengikut Hingga Ratusan Orang?

- Sabtu, 25 Januari 2020 | 19:35 WIB
Sejumlah pengunjung berada di gapura pintu masuk komplek Keraton Agung Sejagad Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Purworejo (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
Sejumlah pengunjung berada di gapura pintu masuk komplek Keraton Agung Sejagad Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Purworejo (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Polda Jateng terus mengembangkan kasus dugaan penipuan Toto Santoso dan Fanni Aminadia yang mengklaim sebagai Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat di Purworejo.

Polisi menelusuri aliran dana milyaran Rupiah kedua tersangka. Direktur Reserse Kriminal Umum Direskrimum Polda Jawa Tengah, Kombes Budhi Haryantom mengatakan banyak korban yang enggan melapor karena malu.

"Korban 'Keraton Agung Sejagat' saat ini bertambah satu. Jadi total sembilan yang melapor ke kami. Kesulitannya para korban yang belum melapor itu malu sudah jadi korban penipuan. Ya kalau malu itu kan sudah perasaan pribadi, ya silakan.

-
Sejumlah pengunjung menyaksikan batu prasasti di komplek Keraton Agung Sejagad Desa Pogung Jurutengah. Purworejo. (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

"Sembilan korban justru berani lapor karena merasa ditipu dan ingin uangnya kembali. Untuk jumlah saldo rekening sebesar 1,4 Miliar rupiah atas nama tersangka Toto, kita monitor dan dalami terus karena aliran uang itu asalnya sangat banyak, dari mana-mana sumbernya. Kita masih meneliti. Saya belum bisa menjelaskan karena masih pendalaman kasus," jelasnya, Jumat (24/1/2020).

Polisi juga menolak penangguhan penahanan seorang tersangka kasus Keraton Agung Sejagat, karena dikhawatirkan tersangka akan melarikan diri.

Kasus ini ditangani oleh polisi usai mantan pengikut Keraton Agung Sejagat mengungkap adanya penyerahan uang jutaan rupiah kepada Raja dan Ratu. Saldo rekening Toto sendiri diketahui mencapai Rp1,3 miliar.

-
Tersangka kasus dugaan penipuan Keraton Agung Sejagad (ANTARA FOTO/Immanuel Citra Senjaya)

Setelah ditelusuri, pengikut Keraton Agung Sejagat juga ditemukan di Klaten, Jawa Tengah. Mencuatnya Keraton Agung Sejagat kemudian memunculkan klaim serupa, seperti Sunda Empire dan Kerajaan Djipang. Polisi masih menelusuri kasus ini.

Fenomena kerajaan atau keraton baru ini membuat sejarawan dan budayawan dari Universitas Sebelas Maret UNS Solo, Tunjung W. Sutirto angkat bicara.

Tunjung yang aktif di Keraton Kasunanan Solo menilai para pengikut keraton atau kerajaan baru itu justru berasal dari kalangan mapan secara ekonomi. Karena itu, menurutnya, proses perekrutan juga harus ditelusuri.

"Kan sebenarnya intelijen seharusnya sudah bisa mengendus kasus ini sejak lama. Pengikutnya sudah 500-an lho. Itu bukan angka kecil yang bisa diraih dalam waktu satu dua hari saja," katanya.

Menurutnya, meyakinkan seseorang untuk menjadi pengikut itu butuh waktu lama. Apalagi, ini berbicara posisi sebagai Raja yang pastinya punya "kemampuan lebih" dibandingkan warga biasa.

-
Warga memotret batu prasasti di sanggar cabang Keraton Agung Sejagad, Desa Brajan, Prambanan, Jateng. (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)

"Yang perlu digarisbawahi bahwa para pengikut “Keraton Agung Sejagat” ini dan keraton baru lainnya justru tidak ada dari generasi muda, pasti generasi yang sudah established, mapan secara ekonomi, ingin perubahan secara revolusi atau reformatif," imbuh Tunjung.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Zega

Rekomendasi

Terkini

X