Penurunan DP Belum Pengaruhi Penjualan Properti dan Kendaraan

- Selasa, 15 Oktober 2019 | 13:28 WIB
Ilustrasi. (Pixabay/Gerd Altmann)
Ilustrasi. (Pixabay/Gerd Altmann)

Bank Indonesia beberapa waktu lalu mengeluarkan kebijakan berupa pelonggaran Down Payment (DP) atau Loan To Value (LTV) untuk pembiayaan kredit properti sebesar 5 persen dan kredit kendaraan bermotor sebesar 5 - 10 persen.

Pelonggaran DP itu diharapkan mampu menggairahkan sektor properti dan otomotif, dalam kaitannya untuk mendorong pertumbuhan sektor konsumsi di Indonesia. 

Meski demikian, kalangan ekonom menyebut justru kebijakan moneter itu belum bisa dirasakan manfaatnya dalam waktu dekat. Setidaknya membutuhkan waktu hingga pertengahan tahun 2020 agar sektor pembiayaan properti betul-betul merespon kebijakan tersebut. 

"Penurunan LTV itu kan perlu waktu untuk efektif, untuk dia bisa menggerakkan ekonomi. Lagian ya kebijakan itu tidak cukup hanya dilihat dari satu. LTV misalnya, kalau disisi lain persoalan-persoalan disini tidak dilakukan sinergi yang memperkuat kebijakan-kebijakan lain, tidak akan bisa," ujar Direktur Riset Center Of Reform On Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah kepada Indozone, Selasa (15/10). 

Piter memahami, tujuan dari aturan tersebut adalah untuk menggairahkan sektor-sektor konsumsi seperti properti. Meskipun demikian, jika hanya LTV saja yang dilonggarkan, namun tingkat suku bunga kredit tidak diturunkan, maka tujuan untuk mendongkrak sektor konsumsi tidak akan optimal. 

"LTV kan mengurangi DP, nanti kan angsurannya tetap gede. Sementara penurunan LTV itu juga tidak langsung direspon perbankan. LTV itu saya perkirakan baru benar-benar efektif ketika penurunan suku bunga kredit terjadi. Sementara penurunan suku bunga itu lek nya panjang, paling tidak 2 triwulan. Kecuali kalau BI mengeluarkan terobosan," kata dia. 

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Properti Hendro Gondokusumo memprediksi, tingkat pertumbuhan sektor properti sampai akhir tahun 2019 tidak akan jauh dari 3,8 persen. Angka tersebut tidak cukup signifikan dibandingkan realisasi pada tahun lalu 3,58 persen.

Penyebabnya, kondisi ekonomi global yang masih menunjukkan ketidakpastian sehingga menghambat permintaan pembangunan properti, terutama di sektor komersial atau menengah.

"Sejumlah masalah di bidang properti muncul sejak awal 2019 yang membuat pertumbuhan menjadi stagnan dan bahkan cenderung melambat. Tapi masih banyak peluang yang memungkinkan sektor properti terus tumbuh, salah satunya adalah wacana pemindahan ibu kota," ujarnya, Rabu (18/9) lalu. 

Di sisi lain, Hendro menjelaskan, pemerintah insentif mengeluarkan berbagai kebijakan yang bersifat relaksasi pada sektor industri.

Salah satunya, kenaikan nilai batas pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya.

Dengan aturan baru ini, kelompok hunian mewah yang nilainya di bawah Rp30 miliar bebas dari pengenaan PPnBM. Hanya hunian dengan nilai di atas Rp30 miliar yang tetap dikenai PPnBM sebesar 20 persen. (SN)

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X