Medan Sulit Kerap Hambat Pencarian Pesawat Jatuh di Papua

- Senin, 1 Juli 2019 | 11:09 WIB
Ilustrasi helikopter/Pixabay
Ilustrasi helikopter/Pixabay

Kendala utama yang dihadapi dalam upaya pencarian jatuhnya Heli MI-17 milik TNI AD yang jatuh di Oksibil Papua, Jumat (28/6/2019) adalah kondisi alam. Sesulit apakah medan penerbangan di wilayah Papua?

Pada hari pertama pencarian, wilayah Oksibil tertutup kabut tebal dengan jarak pandang yang sangat rendah hanya berkisar 10 hingga 50 meter hampir sepanjang hari.

Hal itu sangat membahayakan penerbangan dan menyebabkan pencarian lewat jalur udara tidak dapat dilaksanakan secara maksimal.

Menerbangkan pesawat di atas tanah Papua bukanlah perkara mudah. Salah satu penyebabnya adalah kondisi topografi atau bentuk permukaan bumi Papua yang banyak gunung dan lembah.

Untuk mengakali topografi yang sulit ini, pilot harus menggunakan penerbangan visual (Vusial Flight Rules). Yakni dengan hanya mengandalkan kompas, melihat kondisi sekitar, dan membaca tanda alam maupun cuaca.

Bagaimana dengan jalur darat? Seperti halnya jalur udara, pencarian melalui jalur darat juga tidak mudah, karena terkendala dengan medan geografis yang sangat berat, kontur medan pegunungan dan jurang terjal dan tertutup dengan hutan lebat, sementara infrastruktur juga sangat terbatas.

Permasalahan penerbangan di Papua tidak hanya soal kondisi topografi saja. Topografi yang rumit membuat teknologi kurang berfungsi. Begitu juga dengan minimnya fasilitas pendukung teknologi, terutama di pedalaman. 

Selain itu, nasib penerbangan di pedalaman Papua semakin sulit ketika informasi cuaca tidak dapat diterima dengan baik. Bahkan kabarnya, pilot harus menelepon ke bandara tujuannya terlebih dahulu untuk mengetahui kondisi cuaca.

Supaya kamu tahu. Sudah banyak insiden yang terjadi di wilayah udara Papua. Pada 12 April 2017 pesawat Cessna Caravan FK-FSO jatuh di pegunungan Bintang akibat menabrak gunung yang terjal dan jatuh di celah-celah gunung. Tidak ada korban jiwa dalam insiden ini, tapi KNKT baru bisa sampai lokasi dua hari kemudian.

Sementara itu, pesawat perintis milik Dimonim Air juga jatuh di Gunuk Menuk, Kabupaten Pegunungan Bintang, 11 Agustus 2018. Pesawat dengan rute Tanah Merah, Boven Digoel ke daerah Oksibil, Pegunungan Bintang ini dibawa dua awak pesawat dan tujuh penumpang.

Pesawat ditemukan tim SAR gabungan sehari kemudian. Dalam insiden ini, dua awak pesawat dan enam penumpang tewas, sedangkan bocah berumur 12 tahun bernama Jumaidi selamat dari maut.

Lalu ada juga pesawat Associated Mission Aviation (AMA) yang jatuh di Gunung Napua, Wamena, Papua dalam penerbangan dari Wamena menuju kampung Darakma, Distrik Mam, Kabupaten Nduga, Papua pada 5 Juli 2017. 

Upaya pencarian pesawat jenis Pilatus PC6 B2-H4 PK-RCK itu terkendala cuaca buruk di Bandara Wamena. Meski bangkai pesawat ditemukan di kawasan pegunungan Wamena yang berketinggian sekitar 2.300 meter dari pemukaan laut pada hari yang sama, evakuasi dengan menggunakan pesawat heli baru bisa dilakukan keesokan harinya. Lima orang tewas dalam insiden ini.  

Kita menengok jauh ke belakang. Suami pertama presiden kelima Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri, Lettu (Penerbang) Surindro Supjarso pernah mengalami kecelakaan di perairan Biak, Irian Jaya, pada 1970. Saat itu perwira AURI itu tengah menerbangkan pesawat Skyvan T-701. 

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X