Ahli Ungkap Alokasi BLT Bukan Kerugian Negara dari Persoalan Minyak Goreng

- Jumat, 9 Desember 2022 | 08:35 WIB
Minyak goreng sempat menjadi barang langka di Indonesia (ANTARA FOTO/ADENG BUSTOMI)
Minyak goreng sempat menjadi barang langka di Indonesia (ANTARA FOTO/ADENG BUSTOMI)

Alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk bantuan langsung tunai minyak goreng (Migor) tidak bisa dikategorikan dalam kerugian negara. 

Kemudian, pengeluaran dana APBN untuk BLT minyak goreng juga sudah ada dasar hukumnya, yakni Undang-Undang APBN. Oleh karena itu, apa yang dikeluarkan negara untuk BLT tersebut, bukan lah kerugian negara, juga bukan tindakan melawan hukum. 

Hal itu disampaikan Ahli Keuangan Negara Dian Puji M. Simatupang saat memberikan keterangan ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya.

"Jadi ketika kemudian tadi jika ada alokasi terhadap bea tersebut maka sebagai pengeluaran yang sah dalam penerimaan dan pengeluaran, dan itu dinyatakan sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan khususnya dalam sektor yang dimaksud," kata Dian dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (8/12/2022).

Lebih lanjut, Dian juga menekankan bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum dalam alokasi APBN untuk BLT minyak goreng. Karena, dasar hukumnya jelas.

"Tidak ada perbuatan melawan hukum karena dasar hukumnya sudah ada. Di sisi lain kekurangannya tidak karena dia sendiri yang menyatakan jelas bahwa saya harus mengalokasikan. Jadi biaya-biaya yang teralokasikan dan tercatat dalam UU APBN maka itulah dasar hukum bagi pengeluaran uang. Jadi tidak bisa disebut sebagai kekurangan uang sebagai yang nyata dan pasti dari negara," beber Dian.

Senada dengan Dian, Ahli Keuangan Negara dari Universitas Indonesia (UI), Haula Rosdiana mengungkapkan, metode input output atau IO tidak tepat untuk menghitung kerugian perekonomian negara. Sementara, IO digunakan sebagai salah satu metode untuk menghitung kerugian perekonomian negara.

Baca Juga: APBN Surplus di Sidang Tahunan, Jokowi: Makanya Pemerintah Bisa Subsidi BBM Rp502 Triliun

"Memang cocok untuk menghitung perencanaan, tetapi bukan untuk menghitung kerugian negara. Karena, seperti kata Prof Suahazli Nazara ada keterbatasan dalam analisis input output karena terlalu banyak asumsi yang digunakan," tuturnga.

Saksi ahli lainnya, yakni mantan tim Asistensi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Malarangeng juga menegaskan keterangan erupa.  Di kesaksian sebelumnya, Rizal, menyatakan bahwa BLT dapat membantu mengurangi beban masyarakat kurang mampu, mengerakkan perekonomian masyarakat, mengurangi kemiskinan, dan yang terpenting ini ditujukan untuk terjaganya daya beli masyarakat.  

“Jelas BLT bukan kerugian, tetapi merupakan keuntungan, dimana negara hadir dalam membantu masyarakat meningkatkan taraf hidupnya, mengurangi kemiskinan. Industri berjalan karena produknya terjual dan negara mendapatkan pemasukan dari pajak,” kata Rizal.

Menanggapi hal tersebut, Kuasa Hukum Terdakwa Master Parulian Tumagor, Juniver Girsang menilai, pernyataan para ahli menegaskan tidak adanya kerugian negara dalam kasus minyak goreng. Jaksa Penuntut umum (JPU)  tidak bisa menyematkan BLT sebagai kerugian negara akibat kelangkaan. Sebab, BLT sudah dianggarkan sebelum kelangkaan terjadi dan tidak terkait dengan harga minyak goreng secara khusus. 

"Tidak ada kerugian negara dalam kasus minyak goreng karena dijelaskan yang selama ini ada BLT, BLT itu sudah dianggarkan oleh negara dan kewajiban negara," ujarnya.

Baca Juga: Keterangan Ahli: Kelangkaan Minyak Goreng Disebabkan Kebijakan Harga Eceran Tertinggi

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X