Menguak Praktik Kawin Tangkap di Sumba, Melenceng dari Tradisi Kini Mirip Penculikan

- Minggu, 28 Juni 2020 | 14:51 WIB
Praktik kawin tangkap di Sumba (Twitter/@Jong_Timor/@RallyTsog)
Praktik kawin tangkap di Sumba (Twitter/@Jong_Timor/@RallyTsog)

Beberapa waktu yang lalu, beredar video memperlihatkan seorang perempuan menangis dan berteriak sejadi-jadinya ketika digotong oleh beberapa pria.

Dia lalu dibawa masuk ke dalam sebuah rumah di Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur. Ada juga video lain dimana seorang wanita dibawa empat pria ketika berada di satu terminal di Kota Weetabula, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.

Dua peristiwa ini merupakan bagian dari proses kawin tangkap, sebuah praktik turun-temurun yang telah dianggap lazim oleh masyarakat Sumba, terutama yang masih tinggal di daerah pedalaman.

Namun, tradisi yang sekarang ini dilakukan disebut sudah melenceng jauh dari tradisi kawin tangkap pada mulanya.

"Tradisi ini sebenarnya sudah menjadi tradisi yang turun temurun. Namun jika dilihat yang terjadi saat ini berbeda sekali dengan yang terjadi pada lalu-lalu," kata Rambu Prailiang, seorang perempuan Sumba Tengah.

Rambu menegaskan dia sangat menentang praktik kawin tangkap saat ini, karena wanita seakan tidak ada harganya. Padahal, di masa lalu perempuan yang menjalankan tradisi kawin tangkap atau Palaingidi Mawini dihargai.

Dulu, orang yang ingin melakukan praktik kawin tangkap biasanya berasal dari keluarga kaya, sebab harus membayarkan belis atau mahar dalam jumlah besar.

Wanita yang akan "ditangkap" juga bukan ditangkap tiba-tiba melainkan sudah dipersiapkan sebelumnya. Wanita itu akan didandani dengan pakaian adat lengkap, gelang gading, dan aneka perhiasan.

Pengantin pria juga akan mengenakan pakaian adat lengkap dan menunggang kuda berhias kain adat. Setelah perempuan "ditangkap", pihak laki-laki akan mengirim utusan ke keluarga perempuan untuk menyampaikan informasi mengenai kejadian kawin tangkap tersebut. 

Sekarang ini, Rambu mengatakan praktik kawin tangkap malah lebih seperti penculikan yang membuat membuat kaum perempuan Sumba, khususnya di Sumba Tengah, Sumba Barat, dan Sumba Barat Daya, hidup dalam ketakutan.

Peneliti klaim kawin tangkap bukan tradisi

Dua peneliti, yaitu Janet Alison Hoskin yang melakukan riset di Kodi Sumba Barat Daya dan Joel C Kuipers yang melakukan penelitian di Wawewa Sumba Barat, mengatakan kawin tangkap bukanlah budaya atau tradisi.

Kegiatan ini hanyalah praktik yang dilakukan secara berulang dan turun-temurun di Pulau Sumba. Sementara, antropolog dari Universitas Widya Mandira Kupang Pater Gregorius Neonbasu, SvD mengatakan kawin tangkap adalah tindakan pragmatis akibat kondisi kehidupan.

Halaman:

Editor: Zega

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X