Menko Luhut Prihatin 90% Bahan Baku Farmasi Masih Impor

- Kamis, 27 Agustus 2020 | 08:57 WIB
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. (Dok. Kemenko Maritim dan Investasi RI)
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. (Dok. Kemenko Maritim dan Investasi RI)

Di masa pandemi ini, terungkap fakta bahwa selama ini, hampir sekitar 90% bahan baku farmasi didapat melalui impor. Hal ini membuat Indonesia memiliki ketergantungan dengan negara lain untuk memenuhi bahan baku tersebut. 

Melihat situasi itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah telah bertekad mengurangi kapasitas impor untuk bahan baku farmasi tersebut. 

"Indonesia tidak sadar bahwa 90% produk farmasi pada dasarnya impor, kami fokus untuk dapat menyediakan industri farmasi di Indonesia. kami menargetkan 70% persediaan medis dapat di penuhi sendiri oleh Indonesia," ujar Luhut dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/8/2020). 

Kondisi di sektor farmasi tak jauh beda dengan di sektor pangan. Indonesia, kata Luhut, berusaha untuk meningkatkan kedaulatan pangan melalui pembangunan food estate di beberapa daerah. 

"Hingga kini Indonesia belum memiliki food estate, saat ini Indonesia memiliki dua kawasan food estate, di Kalimantan 1 juta hektar dan juga 30 ribu - 40 ribu hektar di Sumatera Utara. Hal ini pada dasarnya untuk memastikan kami dapat menyediakan untuk diri sendiri, jika terjadi sesuatu secara global,” jelasnya.

-
Ilustrasi produk farmasi. (Istimewa).

Indonesia, kata Luhut, perlu untuk membangun kemandirian perekonomian secara bersama-sama dengan negara ASEAN, melalui pengintegrasian antar negara. 

"Dalam kondisi penyebaran Covid-19 di seluruh dunia, setiap negara dihadapkan pada kenyataan mengenai kemandirian dalam memenuhi pasokan khususnya persediaan medis dan pangan," tuturnya. 

ASEAN, lanjut Luhut harus mempromosikan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. ASEAN juga wajib lindungi sumber daya alam, cegah eksploitasi sumber daya, dukung investasi di industri hilir, dorong negara-negara untuk menjadi bagian dari rantai pasokan global dalam teknologi hijau yang ramah lingkungan.

Sementara, untuk dapat memulihkan kepercayaan pada multilateralisme dan perdagangan global pada saat seperti ini, Luhut memaparkan bahwa ASEAN harus berkomitmen untuk menghindari pembatasan ekspor atas barang-barang penting, seperti peralatan medis dan, khususnya, produk makanan. 

Luhut Dukung Omnibus Law.

-
Massa dari buruh dan mahasiswa melakukan aksi menolak RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPR, Jakarta. (INDOZONE/Arya Manggala)

Kemudian, untuk mempersiapkan Indonesia dalam perdagangan regional dan global serta menjadi lebih kompetitif, Indonesia telah menyiapkan Omnibus Law yang akan segera disahkan awal bulan depan. 

"Melalui Omnibus Law tersebut, harapannya dapat meningkatkan posisi Indonesia dalam peringkat easy of doing business dari 72 menjadi 50," tuturnya. 

Saat ini, hubungan Amerika dan Tiongkok sedang dalam kondisi yang kurang baik, namun Indonesia disebut Luhut tidak memihak siapapun. Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan kedua negara bahkan Luhut memiliki hubungan personal yang cukup baik. Sehingga menurutnya, mengapa tidak Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya bertindak untuk menjembatani hubungan antara kedua negara tersebut. 

“Kami tidak memihak negara manapun, target kami adalah bagaimana menjadikan Indonesia sebagai negara modern, efisien dan kami dapat meningkatkan kualitas pendidikan, memudahkan investor untuk berinvestasi di Indonesia. Namun integritas bangsa kita itu adalah suatu keharusan,” pungkasnya.
 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Edi Hidayat

Tags

Rekomendasi

Terkini

X