Konflik Natuna, Ini Kata Kepala Bakamla Soal Klaim Tiongkok

- Selasa, 7 Januari 2020 | 13:54 WIB
Foto patroli udara adanya Kapal Coast Guard Tiongkok di Laut Natuna. (Antara/M Risyal Hidayat)
Foto patroli udara adanya Kapal Coast Guard Tiongkok di Laut Natuna. (Antara/M Risyal Hidayat)

Perairan Natuna yang masuk dalam wilayah Kepulauan Riau, kembali menghangat sejak minggu terakhir Desember 2019 lalu. Puluhan kapal nelayan Tiongkok dengan dikawal kapal Coast Guard memasuki perairan Zona Eksklusif Indonesia (ZEE) tersebut dan melakukan aktivitas pencarian ikan. 

Indonesia bertindak tegas dengan mengirimkan armada kapal dari Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla) serta kapal perang dan pesawat intai milik TNI, untuk mengusir kapal-kapal asing tersebut dari ZEE Indonesia.

Terhubung dengan Laut China Selatan, Laut Natuna sama sibuknya dengan Laut China Selatan, baik secara riil sibuk dengan aktivitas lalu-lintas kapal dagang. Maupun sibuk secara 'politik' akibat permasalahan batas laut negara-negara yang ada di dekat kedua perairan tersebut. Saling klaim batas wilayah hingga proses persidangan internasional berulang kali terjadi.

"Untuk Laut Natuna, kita tidak berbatasan langsung dan tidak ada masalah dengan China sebenarnya. Di sana kita berbatasan dengan Vietnam dan Malaysia. Dengan Vietnam kan masih proses berlanjut (penentuan batas ZEE). Dengan Malaysia, clear," jelas Kepala Bakamla Laksamana Madya TNI Achmad Taufiqoerrochman kepada Indozone, Senin (6/1).

Munculnya klaim Tiongkok atas wilayah Laut Natuna, tidak beda dengan klaim yang sama oleh Tiongkok dan membuat geram Filipina hingga Malaysia dengan dalih batas di Laut China Selatan berdasarkan sejarah.

"Kita klaim berdasarkan hukum internasional (UNCLOS) dan diakui dunia. Sementara Tiongkok klaim berdasarkan sejarah dan tidak diakui dunia," tandasnya.

"Tiongkok klaim sejak tahun 1947, zaman Partai Kuomintang berkuasa, jauh sebelum UNCLOS (tahun 1982). Jadi mereka tidak akui UNCLOS. Partai penguasa sekarang enggak mau dibilang kalah sama (Partai) Kuomintang (penguasa Tiongkok sebelum Partai Komunis)," imbuhnya.

Ia menegaskan, masalah ZEE Laut Natuna tidak perlu dinegosiasikan dengan Tiongkok. Lantaran klaim Indonesia berdasarkan hukum internasional yang diakui dan disepakati.

-
Peta 'Nine Dash Line' Tiongkok. (US CIA/PERRY CASTANEDA MAP COLLECTION via WIKIPEDIA)

 

Sejarah Panjang

Setelah UNCLOS 1982, klaim Tiongkok atas Laut China Selatan juga dimentahkan oleh Pengadilan Tetap Arbitrase (PCA) di Den Haag, Belanda pada 12 Juli 2016. PCA mengeluarkan putusan, Tiongkok tidak memiliki hak sejarah terhadap Laut China Selatan, tidak memiliki dasar hukum untuk menuntut hak sejarah dan hak ekonomi. 

Putusan ini keluar setelah ada gugatan dari Filipina pada tahun 2013. Kendati demikian, Tiongkok tetap tidak mengakui hal ini. Tiongkok tetap berpegangan pada klaim mereka memiliki hak di Laut China Selatan berdasarkan sejarah.

Tonggak klaim ini kali pertama kali ditegaskan tahun tahun 1947. Saat itu Partai Kuomintang sebagai penguasa mengeluarkan klaim 'Eleven Dash Line' terkait peta wilayah Tiongkok berdasarkan sejarah dengan batas akhir zaman Dinasti Qing. Setelah Partai Komunis berkuasa tahun 1949, diterbitkanlah peta resmi dengan klaim 'Nine Dash Line' (sembilan garis putus-putus) di seputar Laut China Selatan.

Dua garis putus-putus yang hilang tersebut, mengeluarkan Teluk Tongkin, yang didekasikan untuk kolega Partai Komunis di Vietnam Utara.

-
Peta klaim dan kesepakatan wilayah di Laut China Selatan. (US DEPARTMENT OF DEFENSE via WIKIPEDIA)

 

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X