Ekonomi Pasca Lockdown Diramalkan Bisa Pulih, Harga Minyak Menguat

- Selasa, 9 Juni 2020 | 09:36 WIB
Ilustrasi industri minyak dan gas. (Loïc Manegarium)
Ilustrasi industri minyak dan gas. (Loïc Manegarium)

Harga minyak dunia, Selasa, berhasil memangkas pelemahan dari sesi perdagangan sebelumnya, menyusul peningkatan kepercayaan para investor terhadap pemulihan ekonomi global setelah lockdown dilonggarkan.

Dikutip dari Reuters, Selasa (9/6/2020), harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Juli 2020 di Nymex naik 1,3%, atau 50 sen, menjadi US$ 38,69 per barel. Kenaikan terjadi setelah di sesi sebelumnya, harga minyak WTI turun US$1,36.

Kondisi serupa juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka Brent kontrak Agustus 2020 di ICE Futures, yang juga naik 1,4%, atau 56 sen, menjadi US$41,36 per barel.

"Dengan Brent yang bertahan di atas US$ 40, ada pembicaraan di antara para pedagang bahwa WTI akan menguji tingkat itu segera," kata Michael McCarthy, Chief Market Strategist CMC Markets kepada Reuters.

Angin segar bagi harga minyak kembali datang setelah New York City, kota di Amerika Serikat (AS) yang paling parah dihantam oleh wabah virus corona, dibuka kembali pada hari Senin setelah sekitar tiga bulan melakukan lockdown. Dengan adanya tanda kehidupan kembali ke rutinitas pra-wabah, hal ini diperkirakan dapat memacu permintaan bahan bakar untuk kembali.

Hasil survei terbaru memperlihatkan, stok minyak mentah AS diperkirakan turun 1,5 juta barel pada pekan yang berakhir 5 Juni. American Petroleum Institute sendiri baru akan merilis data stok minyak AS pada hari ini, waktu setempat.

Enam analis memperkirakan persediaan BBM turun sekitar 100.000 barel dalam sepekan hingga 5 Juni. Namun, mereka memperkirakan cadangan distilasi, termasuk diesel dan minyak pemanas, naik 2,9 juta barel.

"Anda mendapatkan permintaan pulih secara bertahap tetapi terus-menerus. Namun masih ada kelebihan pasokan yang besar, sehingga OPEC dan sekutu perlu mengendalikan produksi minyak yang masuk ke pasar. Tapi itu sulit," kata Lachlan Shaw, Head of Commodity Research National Australia Bank.

-
Ilustrasi.(freepik)

Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), Rusia dan produsen lainnya, sebuah kelompok yang disebut OPEC+, pada akhir pekan lalu sudah setuju perpanjangan rekor penurunan produksi 9,7 juta barel per hari (bph) selama satu bulan hingga Juli.

Namun, Arab Saudi mengatakan bahwa pihaknya dan sekutu utamanya, Kuwait serta Uni Emirat Arab, tidak akan memperpanjang tambahan pemotongan produksi 1,18 juta bph pada bulan Juli.

Sebagaimana diketahui, pada bulan Mei dan Juni, ketiga negara OPEC tersebut sepakat menambah pemangkasan produksi secara sukarela, di luar kewajiban pemotongan wajib yang ada di OPEC+. Padahal, di saat yang sama dengan rencana ketiga negara tersebut, Libya, yang telah keluar dari pasar sejak Januari, telah kembali berproduksi.

"Profil tentang bagaimana pasokan memulai kembali dan bagaimana hal itu sesuai dengan permintaan yang tumbuh, itu akan menjadi tali pengikat yang harus dilalui pasar dalam beberapa bulan mendatang dan mungkin ke tahun depan," tandas Shaw.

 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X