Jaringan Islam Anti-Diskriminasi (JIAD) Mojokerto mengecam kasus larangan beribadah di rumah terhadap umat Kristen di Desa Ngastemi, Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
JIAD menilai, larangan tersebut jelas melanggar konstitusi Indonesia terkait kebebasan beragama dan menjalankan ibadah sesuai agama dan keyakinan. JIAD juga menganalogikan larangan tersebut seperti larangan tahlilan bagi umat muslim.
"Jika ingin dianalogikan, larangan ini persis seperti pemdes tengah melarang sebuah rumah untuk kegiatan dibaan, tahlilan, atau pengajian -- yang hal itu hampir tidak mungkin terjadi di Mojokerto," kata Aan Anshori, koordinator JIAD Jawa Timur, Senin (28/9/2020).
Seperti diketahui, seorang warga yang tinggal di RT03 Dusun Karangdami, Desa Ngastemi, bernama Sumarmi, mendapat surat peringatan dari kepala desa setempat, yakni H Mustadi.
Dalam surat bertanggal 21 September 2020 dan bersifat sangat penting itu, Sumarmi diperingatkan untuk menghentikan aktivitas peribadatan di rumahnya.
H Mustadi, si kepala desa, mengaku menulis surat itu setelah bermusyawarah dengan perangkat desa, Muspika, Kepala KUA, MUI Bangsal, perwakilan muslim, serta perwakilan umat Kristen di Desa Ngastemi.
"Surat ini, jika benar dihasilkan melalui prosedur yang melibatkan banyak orang, merupakan bukti adanya indikasi penghalangan kegiatan ibadah yang telah dijamin konstitusi. Jika tidak salah, hukum pidana mengatur sanksi seputar hal tersebut," lanjut Aan.
Surat itu juga menyoroti renovasi rumah Sumarmi yang dianggap menyerupai rumah ibadah Kristen, salah satunya karena terdapat salib di depannya.
"Kami mengecam surat seperti ini karena bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Lebih jauh, surat ini juga bertentangan dengan ajaran islam yang aku imani, yang memberikan jaminan keadilan bagi setiap orang (termasuk orang non-islam, QS. 60:8-9)serta kemerdekaan beragama (QS. 2:256)," kata Aan.
Surat tersebut pun kini viral di media sosial dan menimbulkan kegaduhan. Tak sedikit netizen yang geram terhadap sikap si kepala desa yang bertitel sarjana hukum itu.
"Kami merasa Kabupaten Mojokerto yang sering mencitrakan diri sebagai penerus tradisi Majapahit yang toleran, kini sedang digangsir terus-menerus oleh kelompok intoleran," kata Aan.
Berdasarkan penelusuran Indozone.id, rumah tersebut saat ini memang sedang direnovasi. Warga, termasuk sang kepala desa, menduga kalau rumah tersebut hendak disulap menjadi rumah ibadah bagi jemaat Gereja Kristen Pantekosta (GPdI).