Menristek Bambang Brodjonegoro: Analisis Data Akan Jadi Profesi Idaman

- Selasa, 18 Februari 2020 | 17:55 WIB
Menteri Riset dan Teknologi RI, Bambang Brodjonegoro saat memberi sambutan di forum Media Gathering : National Data Science Challenge 2020 di Jakarta, Selasa, (18/2/2020) (INDOZONE/Mula akmal)
Menteri Riset dan Teknologi RI, Bambang Brodjonegoro saat memberi sambutan di forum Media Gathering : National Data Science Challenge 2020 di Jakarta, Selasa, (18/2/2020) (INDOZONE/Mula akmal)

Istilah analisis data tampaknya masih asing bagi sebagian orang. Tugasnya, mengolah data menjadi informasi, karakteristik data tersebut bisa dipahami dan bermanfaat. Hasilnya, bisa memberikan solusi permasalahan, khususnya yang berkaitan dengan penelitian.

Untuk saat ini, analisis data tampaknya masih kurang banyak peminatnya, apalagi yang berasal dari dalam negeri. Akhirnya, banyak perusahaan di Tanah Air yang `menyewa` analisis data dari luar negeri.

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) RI Bambang Brodjonegoro melihat fenomena itu. Ia meramalkan analis data merupakan profesi cemerlang yang akan dibutuhan saat ini sampai masa depan.

Menurutnya, perusahaan-perusahaan di Indonesia masih menggunakan jasa analis data dari luar negeri. Revolusi industri 4.0 juga mendorong perusahaan bertransformasi ke arah digital. Namun, ketersediaan sumber daya  manusia lokal tidak sebanyak kebutuhan industri.

Apalagi dunia memasuki era big data yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis dan pemerintahan. Sayangnya, hingga kini Indonesia masih kekurangan analis data (data analyst) dan Ilmuwan data.

-
Ilustrasi analisis data (Unsplash.com/Campaign Creators)

Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro menyebut big data sebagai tambang emas di masa depan. Kesuksesan perusahaan bakal tergantung bagaimana mereka mengolah data sebagai acuan pengambilan keputusan bisnis.

"Sisi demand analis data lebih cepat dan banyak, ketimbang dari sisi suplainya. Akselerasinya sudah sangat cepat. Saking cepatnya, bahkan (ada perusahaan digital) sudah mencapai unicorn. Padahal SDM lainnya masih terhambat karena masih konvensional," ucapnya di Kemenristek Jakarta, Selasa, (18/2/2020).

Menurutnya, belum banyak masyarakat Indonesia yang menguasai ilmu data science atau data analitik, yang sangat diperlukan untuk menginput big data.

"Untuk menjaga daya saing, industri berusaha keras mencari SDM Indonesia. Namun kenyataan di lapangan, jumlahnya kurang. Sedangkan industri dituntut cepat beradaptasi, makanya perusahaan membawa SDM dari luar (negeri)," ungkapnya.

-
Ilustrasi analisis data (Unsplash.com/Campaign Creators)

Berdasarkan riset Bank Dunia dan McKinsey, Indonesia membutuhkan pekerja terkait big data hingga 9 juta orang untuk periode 2015-2030. Dengan kata lain, rata-rata SDM yang dibutuhkan mencapai 600.000 per tahun.

Big data, dicirikan dengan data dengan volume besar dan bergerak cepat, bahkan real time. Untuk itu, dibutuhkan banyak analis data yang memadai untuk mengelola big data yang rumit untuk kemudian dipresentasikan secara sederhana lewat visual.

"Dengan perkembangan big data, ini menjadi sesuatu yang sangat dicari investor, dibutuhkan data scientist yang banyak. Kita harapkan dapat membuat kekhawatiran job loss (akibat teknologi) bisa dikurangi," tutur eks menteri keuangan itu.

Berdasarkan riset Bank Dunia dan McKinsey, Indonesia membutuhkan pekerja terkait big data hingga 9 juta orang untuk periode 2015-2030. Dengan kata lain, rata-rata SDM yang dibutuhkan mencapai 600.000 per tahun.


Artikel Menarik Lainnya:

 

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Gempa 5,3 Magnitudo Guncang Gorontalo Dini Hari

Kamis, 25 April 2024 | 14:57 WIB
X