Pidato Nota Keuangan, Jokowi Soroti Turunnya Penerimaan Negara

- Jumat, 16 Agustus 2019 | 16:25 WIB
Presiden Jokowi saat menyampaikan Pidato Nota Keuangan di Gedung MPR-DPR-DPD RI. (Antara Foto/Sigid Kurniawan)
Presiden Jokowi saat menyampaikan Pidato Nota Keuangan di Gedung MPR-DPR-DPD RI. (Antara Foto/Sigid Kurniawan)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan Pidato Nota Keuangan Tahun 2020 dalam Sidang Tahunan DPR RI di Gedung MPR-DPR-DPD RI, Jakarta, Jumat (16/8/2019).

Dalam kesempatan ini, Jokowi menyoroti turunnya penerimaan negara, terkait regulasi yang tidak sesuai, tidak konsisten dan tumpang tindih. Menurutnya, regulasi seperti tersebut harus dihapuskan, agar Indonesia siap menghadapi persaingan global dengan negara maju.

"Perlambatan ekonomi dunia akan terus tumbuh di tahun 2020 akibat perang dagang. Hal ini dapat membahayakan cadangan devisa negara dan tentunya pertumbuhan ekonomi masih mengalami tekanan," katanya.

Lebih lanjut Jokowi mengungkapkan, penerimaan negara pada periode APBN 2019 hanya 41,5 persen, lebih rendah dibanding penerimaan negara periode APBN 2018 yang mencapai 44 persen. "Kinerja perpajakan pun menurun, dengan pertumbuhan rendah di angka 5,4 persen. Ini menyebabkan defisit anggaran tahun ini pun lebih besar," tandasnya.

Kendati demikian, Jokowi optimis dengan meletakkan asumsi nilai tukar Rupiah di angka Rp 14.400 per 1 Dolar Amerika Serikat, menurun dibanding asumsi tahun 2019 yang sebesar Rp 15.000 per 1 Dolar Amerika Serikat. Sedangkan penerimaan negara di tahun 2020 ditargetkan Rp2.221,5 triliun.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat  Bambang Soesatyo, dalam pembukaan pidatonya, mengkritik kinerja perpanjakan yang pada semester pertama 2019 mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama di 2018 lalu.

Tercatat, realisasi pajak pada semester pertama hanya 41 persen. Sedangkan pada 2018 mencapai 44 persen. Kondisi ini membuat defisit neraca negara menurun. Padahal, sebelumnya tumbuh 14 persen.

Penerimaan pajak sebelumnya ditetapkan Rp1.577,55 triliun dalam APBN 2019. Namun, diprediksi hanya bisa mencapai 91 persen atau sekitar Rp1.437,53 triliun. 

Setoran pajak dari Pajak Penghasilan (PPh) yang ditargetkan sebesar Rp818,56 triliun terdiri dari PPh migas Rp57,4 triliun serta PPh nonmigas Rp761,1 triliun hanya akan mencapai masing-masing hanya 86,8 persen dan 91,9 persen. 

Sementara dari jenis Pajak Pertambahan Nilai (PPN), hanya mencapai 90,4 persen dari target Rp655,3 triliun, yakni Rp592,7 triliun. Sedangkan untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hanya capai Rp18,8 triliun serta pajak lainnya diproyeksi sebesar Rp7,3 triliun. 

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X