Eks Rektor Unipar Jember Sebut Pelecehan Seksual Salah Paham: Saya Spontan Ingin Mencium

- Sabtu, 19 Juni 2021 | 10:06 WIB
Ilustrasi pelecehan seksual (Pexels)
Ilustrasi pelecehan seksual (Pexels)

Mantan Rektor Universitas PGRI Argopuro (Unipar) Jember, Profesor RS angkat bicara terkait kasus pelecehan seksual yang dituduhkan dilakukannya kepada dosen perempuan di Unipar.

Dia mengatakan isu pelecehan seksual telah dilakukannya sejak perjalanan dari Jember ke Pasuruan adalah tidak benar. Itu hanyalah kesalahpahaman saja.

"Saat itu kaki saya capek dan butuh untuk meluruskan kaki, sehingga tanpa sengaja kaki saya menyenggol tangannya karena yang bersangkutan duduk di depan di samping sopir, sedangkan saya duduk bersama dosen laki-laki lainnya, sehingga tidak mungkin saya melakukan itu,"  kata RS, dikutip dari Antara, Sabtu (19/6/2021).

Namun, Prof RS tidak membantah pelecehan yang dilakukannya terhadap dosen berinisial HI itu di hotel. Kala itu dia khilaf ingin mencium.

"Saya mengetuk kamar Mbak HI untuk mengajak makan karena waktunya makan dan saat pintu kamar dibuka, tiba-tiba saya spontan ingin mencium dia, namun yang bersangkutan mengelak, sehingga saat itu juga saya meminta maaf dan keluar," katanya lagi.

RS menegaskan tidak ada paksaan dan kejadian lebih dari itu. Karena itulah, dia merasa pencopotannya dari jabatan Rektor Unipar adalah tidak adil.

"Saya sudah menerima surat peringatan (SP) 1 atas perbuatan yang saya lakukan dan sebenarnya masalah itu sudah selesai, namun saya tidak tahu ada pihak-pihak yang menginginkan jabatan rektor dan meminta saya mundur, akhirnya saya mengundurkan diri," katanya.

Kepala Biro III Humas, Perencanaan, dan Kerja Sama Unipar Jember Ahmad Zaki Emyus mengatakan RS sudah mengundurkan diri dari jabatan Rektor Unipar berdasarkan keputusan pada 17 Juni 2021.

Laporan dilayangkan oleh suami korban kepada Yayasan PGRI Jember. Suami korban mengatakan pelecehan seksual tersebut dilakukan oleh Prof. RS pada saat diklat di Pasuruan pada 4-5 Juni 2021.

Zaki menjelaskan pihaknya akan membentuk Pusat Studi Gender (PSG) untuk melindungi civitas akademika, sehingga diharapkan kasus serupa tidak terulang lagi.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Zega

Tags

Rekomendasi

Terkini

X