Aksi Premanisme di Pelabuhan Marak, Ini Penyebab dan Cara Mengatasinya

- Selasa, 15 Juni 2021 | 14:47 WIB
Suasana aktivitas bongkar muatan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)
Suasana aktivitas bongkar muatan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) langsung menghubungi Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo usai mendegar langsung keluhan para sopir terkait aksi premanisme dan pungli di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kini, kepolisian pun sedang gencar memberantas premanisme.

Lantas mengapa aksi premanisme marak di kawasan pelabuhan di Indonesia? Apakah memang praktik ini sudah lama terjadi?

Menjawab pertanyaan tersebut, pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, aksi premanisme di Pelabuhan Tanjung Priok memang sudah berlangsung lama. Menurutnya, tidak hanya di Pelabuhan Tanjung Priok, namun hampir di semua pelabuhan terutama pelabuham besar yang aktivitasnya tinggi. 

"Ini masalah sosial-ekonomi, jika lingkungan pelabuhan dipenuhi masyarakat yang tergolong miskin dan kumuh, maka dapat dipastikan hal itu terjadi," kata Djoko kepada Indozone, Selasa (15/6/2021).

"Bahkan juga terjadi kongkalikong dengan oknum aparat. Justru hal seperti sengaja dipelihara oleh oknum tersebut," sambungnya.

Bukan tanpa alasan Djoko menduga ada keterlibatan oknum aparat dalam praktik premanisme di sekitaran pelabuhan. Menurut dia, dalam bidang apapun, apabila pelanggaran murni dilakukan sendiri oleh pelaku, pasti hanya akan berlangsung sementara, bisa mingguan atau beberapa bulan. 

Baca Juga: Hakim Muhammad Yusuf Kurangi Hukuman Jaksa Pinangki dari 10 Tahun Jadi 4 Tahun, Ada Apa?

"Tetapi kalau pelanggaran sudah berlangsung rutin dan terus-menerus, pasti sudah ada kerjasama dengan aparatur dan lain-lain. Kebenaran hipotesa yang tidak terbantahkan, walaupun pembuktiannya perlu dilakukan," urai Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu.

-
Suasana aktivitas bongkar muatan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)

Kemudian, sambung Djoko, organisasi yang namanya Asosiasi Bongkar Muat Pelabuhan yang semestinya tidak berfungsi dalam pengoperasian pelabuhan modern, namun hingga kini tetap berfungsi.  Pengaruhnya sangat kuat, bahkan bongkar muat yang dilakukan dengan container crane tanpa peran buruh bongkar muatnya tetap dipungut biaya. 

"Pejabat di Kementrian tidak berani untuk menghilangkannya. Harus diakui modernisasi bongkar muat di pelabuhan menghilangkan sejumlah pekerja bongkar muat. Tapi, di Jakarta masih ada bongkar muat menggunakan tenaga manusia seperti di Pelabuhan Sunda Kelapa," tegas Djoko.

Djoko menyarankan, pihak operator pelabuhan dapat belajar dari operator kereta api (KA). Dia menggambarkan, stasiun kereta dulu juga identik dengan kumuh, sekarang sudah rapi dan menarik. Padahal kawasan stasiun juga dulunya penuh dengan aksi premanisme.

"Operator KA punya nyali, mestinya operator pelabuhan meniru operator KA bagaimana membersihkan aksi premanisme di pelabuhan," ucap Djoko.

Dijelaskan Djoko, jika di sekitar kawasan pelabuhan masih terdapat kemiskinan, tentu itu bukan tugas dan kewajiban pihak operator pelabuhan untuk mengurisinya, tapi kewajiban pemerintah daerah (pemda) setempat untuk membereskannya.

"Tapi harus ada keseimbangan pula, misalnya ada keluarga dari masyarakat yang bekerja tidak benar di Pelabuhan demi anaknya yang sedang menempuh pendidikan, terutama kuliah. Operator Pelabuhan dapat memberikan bantuan beasiswa terhadap anak-anak di sekitar kawasan pelabuhan untuk melanjutkan sekolahnya dapat dimabilkan dari CSR atau dari gaji bulanan sejumlah direksi dan komisaris operator pelabuhan," paparnya.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X