Pemerintah Buka Peluang Revisi Pasal Kontroversial RKUHP

- Selasa, 5 November 2019 | 13:09 WIB
Sekelompok warga menolak revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). (Antara/Aprillio Akbar)
Sekelompok warga menolak revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). (Antara/Aprillio Akbar)

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menyatakan membuka ruang untuk merevisi sejumlah pasal yang kontroversial dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Menurutnya, alasan revisi bisa diterima asalkan rasional sehingga memungkinkan untuk diubah.

“Ada yang disosialisasi, ada yang barangkali revisi misalnya co-habitasi (kumpul kebo), perlu dari kepala desa, walaupun kepala desa itu mesti izin orang tua, ya udah agar orang tua tidak jadi alat bancakan nanti,” ucapnya, Senin (4/11).

Ia menargetkan sosialisasi dan revisi ini selesai pada 12 Desember 2019, sebelum ditetapkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas).  Baru kemudian bisa mulai dibahas kembali pada Januari 2020.

Keuntungan dari carry over (melanjutkan), sambungnya, pembahasan RUU dari periode sebelumnya ini, pembahasannya tidak perlu mengulang dari awal.

“Kalau geser ke square one (paragraf pertama), lima tahun lagi nggak selesai dan nanti ribut lagi. Kalau memuaskan rakyat Indonesia kan nggak mungkin," katanya.

RUU ini menyisakan beberapa pasal saja yang perlu penjelasan lebih rinci. Seperti misalnya soal unggas dan jam keluar malam, juga soal ketentuan pulang malam bagi perempuan. Yasonna menilai masyarakat kurang membaca, dia juga menyampaikan pulang malam berbeda dengan bergelandangan.

"Kalau bergelandangan itu dulu dihukum hukuman badan, sekarang denda, dan bagi yang tidak mampu akan membayar dengan kerja sosial," jelasnya.

Terkait pasal penghinaan presiden, Yasonna tegaskan tidak bisa dihapus karena menyangkut martabat. Soal kontrasepsi yang dikecualikan untuk tujuan pendidikan, aturannya akan diperjelas agar tidak disalahgunakan.

Begitu juga aborsi, akan dimasukkan ketentuan dalam UU Kesehatan bahwa untuk korban pemerkosaan dan alasan medis lainnya akan dikecualikan.

“(UU Kesehatan) Masuk, dibuat pengecualian, apakah di norma atau di penjelasan. Supaya nggak bikin pusing. Kita akomodasi orang yang tidak baca semua. Akhirnya kita tahu tidak semua orang punya pemahaman yang sama,” ujarnya. (MA)

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Polres Langkat Musnahkan Barbuk Ganja dan Sabu

Rabu, 17 April 2024 | 11:20 WIB
X