New Normal Bisa Saja Diterapkan, Tapi Ada Syaratnya

- Minggu, 31 Mei 2020 | 15:13 WIB
Petugas memeriksa kelengkapan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) Jakarta di Cek Poin PSBB Lampiri, Kalimalang, Jakarta, Selasa (26/5/2020). (INDOZONE/Febio Hernanto)
Petugas memeriksa kelengkapan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) Jakarta di Cek Poin PSBB Lampiri, Kalimalang, Jakarta, Selasa (26/5/2020). (INDOZONE/Febio Hernanto)

Co-inisiator LaporCovid19.org, dr. Irma Hidayana menanggapi terkait rencana pemerintah menerapkan sistem baru, 'new normal' dalam penanganan masalah virus corona (Covid-19) di Indonesia. Menurutnya, skema new mormal bisa saja diterapkan oleh pemerintah, asalkan memang terpenuhi syaratnya.

"Salah satu syaratnya adalah pengendalian kasus baru Covid-19," ujar Irma dalam video conference hari ini, Minggu (31/5/2020).

Menurutnya kebutuhan akan new normal, seharusnya mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman PSBB.

"Keputusan untuk melakukan pelonggaran PSBB atau tidak, juga harus berdasarkan kajian epidemiologis dan kajian terhadap aspek politik, ekonomi, sosial, budaya pertahanan, dan keamanan. Tidak bisa sembarangan," tutur Irma.

Menurutnya, saat ini semua sektor tengah mematangkan rumusan tatanan new normal, termasuk pelaku bisnis di pusat perbelanjaan. Namun demikian, meski banyak pihak yang juga mendukung aturan new normal, namun menurut ekonom, ada risiko besar bagi ekonomi jangka panjang jika hal ini terlalu dipaksakan.

"Menurut akademisi bidang ekonomi, new normal memang bisa membangkitkan ekonomi yang terpuruk. Tetapi jika pelonggaran dilakukan terburu-buru, sama artinya dengan menggali jurang lonjakan pasien corona. Dan seumpama ini terjadi, risiko ekonomi jangka panjang, justru akan lebih buruk dan rumit," tuturnya.

Sementara itu, ahli kesehatan mengatakan, new normal hanya bisa dilakukan jika kurva penyebaran virus corona melandai.

Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono, dalam kesempatan yang sama menilai, pemerintah harus mempersiapkan perencanaan yang matang terkait terhadap tatanan new normal agar tak terulang respons pandemi awal, di mana pemerintah dianggap terlalu gagap dalam menghadapi hal tersebut.

Pemerintah, kata Pandu juga perlu untuk menggunakan strategi komunikasi perubahan perilaku, agar bisa mengendalikan lonjakan virus yang mengancam masyarakat ketika new normal diberlakukan.

"Padahal, sampai saat ini kurva epidemi di Indonesia masih menunjukkan adanya penambahan kasus Covid-19 per hari," pungkasnya.

 

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X