Profesor Ariel Sebut 1 Oktober 'Hari Kebangkitan Orde Baru', Bukan Kesaktian Pancasila

- Kamis, 1 Oktober 2020 | 09:59 WIB
Profesor Ariel Heryanto (kiri, Facebook), dan ucapan Hari Kesaktian Pancasila (kanan/Instagram Jokowi).
Profesor Ariel Heryanto (kiri, Facebook), dan ucapan Hari Kesaktian Pancasila (kanan/Instagram Jokowi).

Hari ini, 1 Oktober 2020, para pejabat negara dan sejumlah masyarakat kembali memperingkati Hari Kesaktian Pancasila.

Hari Kesaktian Pancasila sendiri termasuk salah satu hari nasional di Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 153/Tahun 1967 yang dibuat pada awal masa Soeharto menjadi presiden.

Tak lama setelah menggantikan Soekarno, tepatnya pada 29 September 1966, Soeharto mengeluarkan keputusan bernomor Kep/B/134/1966, yang isinya menyatakan bahwa 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila oleh seluruh angkatan bersenjata dengan melibatkan masyarakat.

Hari Kesaktian Pancasila dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Pancasila tetap sakti walaupun dicoba ditumbangkan oleh komunisme.

Namun, bagi sebagian orang di Indonesia, 1 Oktober tidak tepat dianggap sebagai Hari Kesaktian Pancasila, terutama bila dikaitkan dengan Gerakan 30 September 1965. Dengan kata lain, tidak nyambung.

Asvi Warman Adam, sejarawan yang fokus meneliti sejarah kelam 1965, dalam bukunya 'Membongkar Manipulasi Sejarah: Kontroversi Pelaku dan Peristiwa' (2009), menuliskan bahwa kegagalan Gerakan 30 September bukan lantaran Pancasila begitu sakti, melainkan semata karena strategi para aktor G30S kurang cermat. 

"Mereka tak punya fasilitas dasar seperti handy talkie yang berguna untuk komunikasi jarak jauh lewat frekuensi radio. Bahkan alutsista seperti kendaraan panser atau tank yang lazim digunakan untuk kudeta tak dimiliki oleh aktor G30S," tulis Asvi dalam bukunya itu.

Bahkan menurut Alvi, peringatan Hari Kesaktian Pancasila  sebaiknya dihapuskan saja, terutama karena itu adalah hasil pembengkokan sejarah yang dilakukan pemerintah Orde Baru, dan para pejabat pemerintah pun tak perlu memperingatinya, seperti yang ditunjukkan Megawati Soekarnoputri selama menjadi Presiden RI pada 2001-2004.

Hal senada juga disampaikan Profesor Ariel Heryanto di dinding Facebook-nya.

Menurut Ariel, 1 Oktober lebih tepat jika disebut sebagai 'Hari Kebangkitan Orde Baru' alih-alih 'Hari Kesaktian Pancasila'.

"1 Oktober: Hari kebangkitan Orde Baru. Menggantikan Demokrasi Terpimpin di bawah pimpinan seorang proklamator kemerdekaan yang juga dijuluki sebagai penggali Pancasila," kata Ariel, yang merupakan mantan guru besar di School of Culture, History and Language, The Australian National University, Australia ini.

Ketimbang mengglorifikasi Pancasila sebagai sebuah ideologi yang sakti, Ariel justru mengajak masyarakat untuk berkabung mengenang korban genosida dan penculikan orang-orang tak berdosa pasca-G30S, yang dituduh simpatisan PKI atau komunisme, yang sama sekali tak terlibat dalam G30S.

"Saatnya mengheningkan cipta untuk korban dari SEMUA kubu politik. Terlebih bagi ratusan ribu anak bangsa yang tidak ikut berpolitik serta anak-cucu mereka," kata Ariel.

"Lebih dari 20 tahun Indonesia telah meninggalkan Orde Baru. Tapi Orde Baru belum meninggalkan Indonesia. Walau berat, sebaiknya berbagai warisan Orde Baru diabadikan. Termasuk museum, film, pidato tentang "G30S/PKI" hari2 ini. Semua untuk pendidikan generasi mendatang tentang sejarah bangsa," Ariel menambahkan.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X