Iuran BPJS Kesehatan Naik, Pemerintah Dinilai Lepas Tanggung Jawab 

- Kamis, 5 September 2019 | 10:06 WIB
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019).(ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww)
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019).(ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww)

Pemerintah segera mengeluarkan aturan anyar terkait iuran kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kenaikan iuran diklaim sebagai cara mengurangi defisit dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang terus menggelembung.

Namun, rencana ini masih menuai pro dan kontra di publik. Kenaikan yang dibebankan pada peserta mencapai 100 persen, dinilai sebagai kegagalan pemerintah memberikan layanan kesehatan pada masyarakat.

Lembaga Advokasi Isu Kesehatan dan Perburuhan Indonesia for Global Justice (IGJ) menilai, kenaikan iuran tidak akan menyelesaikan defisit dari program JKN yang dikelola BPJS Kesehatan. Alasanya, semenjak program JKN diterapkan, pembiayaan yang dipilih memang bakal membuat BPJS Kesehatan defisit.

"Dengan membebankan biaya jaminan kesehatan kepada masyarakat, pemerintah seperti melepaskan kewajibannya untuk menjamin akses kesehatan yang terjangkau bagi seluruh masyarakat," ujar Periset Advokasi Isu Kesehatan Teguh Maulana. 

Pangkal mula permasalahan defisit tersebut, lanjut ia diakibatkan rendahnya anggaran kesehatan Indonesia. Contohnya, dari Rp2.200 triliun APBN tahun 2018, anggaran kesehatan hanya 110 triliun rupiah. Sedangkan jika dihitung berdasarkan proporsinya terhadap GDP, anggaran kesehatan hanya 2,8 persen0 dari GDP. 

Sehingga, lanjutnya, setiap orang di Indonesia hanya memperoleh pembiayaan kesehatan sebesar US$112 per kapita. Sedangkan idealnya proporsi anggaran kesehatan terhadap GDP itu sekitar 10 persen. 

"Dengan enggunakan model pembebanan iuran saat ini, menjadikan pemerintah tidak ada bedanya dengan menerapkan logika ekonomi pasar yang menganggap bahwa jaminan kesehatan merupakan suatu komoditas jasa yang dapat difinansialisasikan," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan iuran BPJS Kesehatan naik hingga 2 kali lipat. Usulan ini direncanakan mulai 1 Januari 2020 mendatang. 

Dari hitungan Kemenkeu, jika kenaikan iuran ini dilakukan, kondisi keuangan BPJS Kesehatan yang selama ini defisit bisa berbalik menjadi surplus Rp17,2 Triliun.'

Nantinya, peserta JKN kelas I yang membayar Rp80 ribu per bulan harus membayar sebesar Rp160 ribu. Kemudian untuk peserta JKN kelas II harus membayar Rp110 ribu dari yang sebelumnya Rp 51 ribu. 

Sementara, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sempat mengusulkan adanya kenaikan iuran peserta kelas I menjadi Rp 120 ribu sementara kelas II Rp 75 ribu. 

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X