Pengamat hukum Koswara Purwasasmita mengatakan, kasus korupsi di Indonesia diibaratkan seperti menderita penyakit kanker yang sudah memasuki stadium IV, sulit untuk disembuhkan.
Ia juga mengungkapkan bahwa pelaku korupsi terus bertambah dan masih banyak pejabat yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT).
"Pelaku korupsi hingga kini belum henti-hentinya juga, jumlahnya terus bertambah, meski banyak tertangkap operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," ujar Koswara.
Koswara juga menuturkan bahwa pelaku korupsi seharusnya mendapat hukuman berat, karena dampak korupsi sangat serius yaitu bisa menimbulkan kemiskinan.
Menurutnya, kehadiran KPK juga belum mampu memutuskan mata rantai kasus korupsi yang marak terjadi di Indonesia. Koswara mengatakan, korupsi bisa dicegah jika mereka memiliki keimanan kepada Allah SWT. Jika pejabat memiliki keimanan maka, ia akan takut melakukan korupsi.
"Kami yakin dengan keimanan itu dapat mencegah korupsi," kata Koswara.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak KH Baijuri, menurutnya korupsi bisa menimbulkan kesenjangan sosial dan kemiskinan.
Karena itu, ia berharap para penegak hukum harus bertindak tegas dalam penanganan korupsi. Baijuri mengatakan bahwa korupsi menurut ajaran Islam termasuk dosa besar.
Bahkan, kejahatan ini disamakan dengan kejahatan membunuh, sehingga konsekuensinya pelakunya patut mendapat hukuman mati (qisas). Baijuri juga mengungkapkan, korupsi terjadi karena pelaku tidak memiliki keimanan.
"Kami sependapat kasus korupsi itu bisa dicegah dengan keimanan kepada Allah SWT, sehingga perlu instansi setiap bulan melaksanakan kegiatan rohani keagamaan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT," ungkapnya.