Atap jembatan penyeberangan orang (JPO) di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, dicopot. Hal ini dilakukan karena JPO di kawasan tersebut masuk dalam kategori trotoar untuk pejalan kaki.
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho menjelaskan, JPO dibuat tak beratap karena trotoar juga tak memilikinya. Kecuali, jika JPO itu bersambung dengan halte Transjakarta.
"Gini ya, kalau kayak JPO itu yang ada haltenya ya pasti kita tutup, kasih kanopi. Masa orang mau naik TransJakarta kalau hujan basah-basahan," jelas Hari melalui sambungan telpon, Rabu (6/11).
Disinggung soal respons warga yang keberatan karena khawatir kehujanan, Hari berdalih. Dia menyebut tak ada keluhan dari pejalan kaki.
Hari malah menegaskan tak ada yang aneh dengan kebijakan ini. JPO di Gatot Subroto pun dibuat tanpa atap.
"Pokoknya ini terbuka, namanya trotoar terbukalah. Enggak ada yang aneh," tegasnya.
Dalam mengutip dari keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999 tanggal 20 Desember 1999, yang dimaksud dengan trotoar adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan untuk pejalan kaki.
Letaknya di daerah manfaat jalan, yang diberi lapisan permukaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan.
Trotoar sedapat mungkin ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase yang telah ditutup dengan pelat beton yang memenuhi syarat.
Untuk trotoar pada perhentian bus harus ditempatkan berdampingan/sejajar dengan jalurnya. Trotoar dapat ditempatkan di depan atau di belakang halte. (NN)
