Sorot Izin Perluasan Ancol, DPRD DKI: Narasi Tidak Sesuai dengan Realisasi

- Senin, 13 Juli 2020 | 09:57 WIB
Suasana Ancol yang kembali dibuka dengan protokol kesehatan, Jakarta, Sabtu (20/6/2020). (INDOZONE/Arya Manggala)
Suasana Ancol yang kembali dibuka dengan protokol kesehatan, Jakarta, Sabtu (20/6/2020). (INDOZONE/Arya Manggala)

Terbitnya Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 237 Tahun 2020 tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) seluas 35 hektare dan Kawasan Rekreasi Taman Impian Ancol Timur seluas 120 hektare, mendapat atensi publik.

Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak, juga ikut menyoroti dan berkomentar ihwal keluarnya izin dari Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan atas reklamasi Ancol dan Dufan tersebut.

Gilbert menyakini bahwa integritas adalah sesuai perkataan dengan perbuatan sekali pun tidak ada yang melihat.

"Mendengar penjelasan Gubernur Anies soal reklamasi membuat kita berpikir untuk melihat ke belakang. Hal ini kerap kali terjadi, antara indahnya narasi tidak sesuai dengan realisasi. Hal terbaru adalah alibi soal reklamasi Ancol," kata Gilbert di Jakarta, Senin (13/7/2020).

Gilbert mengungkapkan bahwa dalam penjelasan Anies Baswedan soal reklamasi tersebut, banyak hal yang tidak dijelaskan misalnya kenapa DKI Jakarta hanya mendapat 5% dari lahan reklamasi. Sedangkan di era gubernur terdahulu, Ali Sadikin bisa mendapat 80% sebagai perjanjian awal.

Ia menjelaskan dampak dari kepemilikan 5% ini adalah menurunnya kepemilikan dari Pemda DKI di Ancol, padahal sesuai UU 23 2014 pasal 339 ayat 1, semua BUMD mutlak sahamnya dimiliki Pemda minimal 51%.

"PP 54 2017 tentang BUMD pasal 94 ayat 6c juga menyebutkan bahwa tanah tidak boleh menjadi bagian dari kerja sama BUMD. Artinya tanah mutlak menjadi milik DKI, tidak untuk bagian dari kerja sama," ungkapnya.

Sisi lain, politisi PDIP ini mengakui bahwa narasi naturalisasi sungai oleh Anies Baswedan sangat bagus karena air masuk ke tanah dan air laut lebih tinggi di Teluk Jakarta. Sehingga air akan tertahan di hulu sungai seperti yang terjadi di Gunung Sahari.

Adapun pengerukan sungai tidak akan menjawab banjir di DKI dan hal ini penjelasan yang diberikan Anies saat itu.

"Apa yang sekarang muncul sebagai realisasi adalah pengerukan sungai untuk alasan reklamasi yang sudah dibuat SK-nya, walau SK ini masih harus diperbaiki. Pengerukan adalah normalisasi sesuai penjelasan calon Gubernur BTP waktu itu," terangnya.

"Artinya yang dipilih Anies saat ini adalah normalisasi, tanpa ada sedikitpun upaya naturalisasi selama 2,5 tahun ini. Dalam tiga tahun era gubernur yang lalu, sangat nyata perbaikan di Jakarta tanpa harus menyebutkan satu per satu," tambahnya.

Menurutnya, salah satu upaya mengalihkan kesalahan penanganan banjir ke Pemerintah Pusat pun dinarasikan berkali-kali, walau yang terjadi hujan lokal di Jakarta dan bukan air kiriman dari Bogor atau Puncak. Bahkan sudah diterbitkan Perpres Nomor 60 tahun 2020 di April 2020 sebagai upaya terintegrasi pembangunan di kawasan Jabodetabek-Punjur.

"Seharusnya kemajuan di Jakarta menjadi target dengan upaya yang baik," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pun buka suara terkait reklamasi perluasan kawasan Ancol dan Dufan total seluas kurang lebih 155 hektare.

Halaman:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X