Belum Semua Rumah Sakit Tetapkan Biaya Rapid Test Rp150 Ribu, PERSI: Masa Transisi

- Senin, 13 Juli 2020 | 13:45 WIB
Petugas medis melakukan rapid test COVID-19 kepada pengemudi angkutan umum di halaman Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (20/4/2020). (INDOZONE/Arya Manggala)
Petugas medis melakukan rapid test COVID-19 kepada pengemudi angkutan umum di halaman Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (20/4/2020). (INDOZONE/Arya Manggala)

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui surat edaran nomor HK.02.02/I/2875/2020 telah menetapkan biaya tertinggi pelayanan pemeriksaan rapid test antibodi virus corona (Covid-19) yakni sebesar Rp150 ribu. Aturan tersebut berlaku sejak 6 Juli 2020 lalu. Namun pada kenyataannya, masih ada fasilitas kesehatan seperti rumah sakit yang biaya pemeriksaannya di atas batas yang telah ditentukan. 

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), dr Lia G Partakusuma SpPK mengatakan, pihaknya menyambut baik adanya penetapan biaya tertinggi. Sebab pemeriksaan rapid test merupakan salah satu upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Di sisi lain, patokan harga diperlukan untuk mengontrol dan mengendalikan pemeriksaan.

Dijelaskan oleh dr Lia, pemeriksaan rapid test terdiri dari beberapa komponen untuk menetapkan harga. Mulai dari harga reagen, harga jarum suntik, harga alkohol dan kapas, penggunaan alat pelindung diri (APD), hingga jasa pelayanan. Dengan adanya patokan harga, maka bagi rumah sakit hal itu menjadi lebih aman.

"Komponen dari pemeriksaan rapid test jadinya bisa dikendalikan, otomatis rumah sakit akan bersedia mengikuti," kata dr Lia dalam 'Bincang Publik: Regulasi Harga Tertinggi Rapid Test' yang disiarkan online oleh BNPB, Senin (13/7/2020).

Namun dirinya mengakui, masih ada rumah sakit yang harus menggunakan tarif lama sebelum ada aturan biaya tertinggi dari Kemenkes. Hal ini dikarenakan beberapa rumah sakit sudah terlanjur membeli alat pemeriksaan dengan harga di atas biaya yang telah ditetapkan. Oleh karenanya dr Lia meminta pengertian dari Kemenkes.

"Ini PR besar buat kami karena kaget tiba-tiba ada aturan sementara rumah sakit belum siap. Tapi apapun itu kami sangat menyambut baik karena memang harus ada patokan harga agar terkendali. Namun kami minta ada masa transisi karena pembelian alat yang dulu sedikit yang harganya di bawah Rp100 ribu," katanya.

Dikatakan oleh dr Lia, pihaknya terus mengimbau rumah sakit untuk melakukan pelayanan rapid test dengan biaya pemeriksaan sesuai yang ditetapkan oleh Kemenkes. Di sisi lain, dirinya juga meminta kerja sama dari berbagai pihak.

"Kami mengharapkan kerja sama dari penjual. Rumah sakit bersedia mengikuti aturan yang ada sepanjang harga pembelian betul-betul di bawah Rp150 ribu karena harus ada komponen tambahan. Mohon Kemenkes ada kebijakan masa transisi, masyarakat juga jangan berpikir rumah sakit mau cari untung," pungkas dr Lia.


Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Fahmy Fotaleno

Tags

Rekomendasi

Terkini

X