Bupati Probolinggo menetapkan tarif Rp20 juta untuk jual beli jabatan kepala desa di lingkungan Pemkab Probolinggo, Jawa Timur.
"Adapun tarif untuk menjadi pejabat kepala desa sebesar Rp20 juta ditambah dalam bentuk upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp5 juta/hektare," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Selasa (31/8/2021).
Modusnya adalah memanfaatkan pengunduran jadwal pemilihan kepala desa serentak. Penjabat kepala desa akhirnya diisi oleh ASN dan pengusulannya melalui camat.
Usulan tersebut harus disetujui oleh Hasan Aminuddin, suami Bupati Probolinggo Puput Tantriana. Hasan yang kini merupakan anggota DPR RI adalah mantan Bupati Probolinggo dua periode.
Para calon pejabat kepala desa ini diwajibkan menyetorkan sejumlah uang. Dalam pertemuan di Krejengan, 12 pejabat kepala desa sepakat memberi uang kepada Puput melalui Hasan dengan perantaraan Doddy Kurniawan (DK) selaku ASN/Camat Krejengan.
"Pertemuan tersebut di antaranya dihadiri oleh AW (Ali Wafa), MW (Mawardi), MI (Maliha), MB (Mohammad Bambang), MR (Masruhen), AW (Abdul Wafi), KO (Kho'im) dan dari yang hadir ini telah disepakati untuk masing-masing menyiapkan uang sejumlah Rp20 juta, sehingga terkumpul sejumlah Rp240 juta," ujar Alex.
Sementara itu, Puput mendapatkan tambahan uang Rp112.500.000 dari jual beli jabatan kepala desa di Kecamatan Paiton.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan 22 orang tersangka. Penerima suap adalah Puput, Hasan, Doddy dan Muhammad Ridwan. Sementara 18 orang tersangka lain adalah mereka yang hendak menjadi pejabat kepala desa.
Dalam OTT Bupati Probolinggo ini, KPK turut mengamankan uang sebesar Rp362.500.000.
"Adapun barang bukti yang saat ini telah diamankan di antaranya berbagai dokumen dan uang sejumlah Rp362.500.000," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
