Usulan Revisi UU KPK Dinilai Lemahkan Peran Pemberantasan Korupsi

- Sabtu, 7 September 2019 | 15:59 WIB
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Pengamat hukum dari Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta Hifdzil Alim menilai usulan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi akan melemahkan KPK dalam perannya memberantas korupsi. "Dari sudut pandang saya lebih banyak melemahkan daripada menguatkan KPK," kata Hifdzil, Sabtu (7/9), seperti dikutip Antara.

Dia mencontohkan tentang beberapa poin yang menjadi usulan untuk direvisi, salah satunya mengenai kewenangan penyadapan. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan agar penyadapan oleh KPK harus seizin dari dewan pengawas.

Menurut dia, apabila KPK harus meminta izin terlebih dahulu kepada dewan pengawas untuk melakukan penyadapan. Hal itu justru akan memperlambat gerak KPK dalam mengungkap tindak pidana korupsi. "Sekarang disuruh minta izin, itu kan menghambat. Ada persoalan administrasi antara KPK dengan lembaga yang dimintai izin, misalnya pengadilan," kata pria yang juga menjabat Direktur HICON Law and Policy Strategies itu.

-
ANTARA FOTO/Ilustrasi/Sigid Kurniawan

Terkait hal itu, Hifdzil juga mempertanyakan urgensi usulan DPR mengenai adanya dewan pengawas KPK. Saat ini, komisi antirasuah itu telah diawasi oleh tiga komponen, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), penasihat KPK, dan masyarakat. "Artinya, KPK ini posisinya sudah menjadi objek pengawasan banyak komponen. Kalau kemudian dibentuk dewan pengawas lagi, yang sebetulnya fungsi pengawasan sudah dilakukan, jadi tidak menarik lagi," kata Hifdzil.

Dia melanjutkan, terkait usulan kewenangan KPK untuk menerbitkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) pada kasus korupsi yang tidak selesai dalam jangka waktu satu tahun, juga dinilai tidak tepat. Menurutnya, tidak adanya wewenang untuk menerbitkan SP3 seperti saat ini akan membuat KPK bekerja lebih hati-hati dalam menangani kasus korupsi.

-
ANTARA FOTO/Ilustrasi/Sigid Kurniawan

Bila kewenangan tersebut diberikan, dikhawatirkan kinerja KPK dalam mengungkap kasus rasuah menjadi tidak optimal, serta rentan dimanfaatkan oleh sejumlah pihak sebagai alat politik. "Misalnya KPK dikasih (kewenangan) SP3, KPK bisa saja menetapkan seorang gubernur menjadi tersangka, padahal itu hanya permainan politik saja. Nanti satu tahun kemudian karena tidak cukup bukti, dikeluarkan SP3. KPK jadi alat politik" ujar Hifdzil.

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X