Guru Besar Fakultas Hukum UGM Serukan Pembangkangan Sipil Tolak RUU Cipta Kerja

- Rabu, 7 Oktober 2020 | 15:41 WIB
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenal Arifin Mochtar. (ist)
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenal Arifin Mochtar. (ist)

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenal Arifin Mochtar mengatakan bahwa tekanan publik sangat dibutuhkan untuk menolak RUU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR RI. 

"Saya menawarkan bahwa kita harus teriakkan bersama UU ini.  Pembangkangan sipil barangkali atau apa, pilihannya silakan dipikirkan. Maksud saya ini adalah cara kita untuk melihat baik-baik apakah UU ini pantas untuk dibiarkan. Kalau tekanan publik kuat, saya menganggap bagian dari partisipasi yang selama ini dihilangkan," ujarnya dalam konferensi pers virtual yang digelar Fakultas Hukum UGM, Selasa (6/10/2020).

Seperti diketahui, sejak RUU Cipta Kerja disahkan oleh DPR, gelombang penolakan yang disertai kemarahan publik terjadi di mana-mana. 

Pun begitu, sejauh ini belum ada sikap dari Jokowi menanggapi gelombang penolakan tersebut.

"Saya gak yakin juga presiden akan mau mengubah sikapnya. Mau tidak menandatangani dll sebagainya, misalnya. Apalagi melihat catatan bahwa dia yang paling ngebet dengan UU ini, dengan berbagai perkataan sebelum lebaran harus selesai, sebelum Oktober harus selesai," kata Zaenal.

Zaenal berharap, kuatnya tekanan publik mampu menggugah Presiden Jokowi untuk mengeluarkan sikap politis yang akan berpengaruh bagi proses judicial review RUU tersebut.

"Harapan kita, dengan banyaknya tekanan ini, presiden mau menimbang walaupun tetap tidak berefek apa-apa. Paling tidak akan menjadi caata kuat untuk judicial review. Judicial review ini harus dilakukan karena secara nyata pemerintah dan DPR berjalan membelakangi partisipasi dan kehndak publik yang mana UUD Pasal 1 ayat 2 jelas dikatakan kedaulatan ada di tangan rakyat," kata Zaenal.

Menurut Zaenal, RUU Cipta Kerja memang bermasalah dengan pembahasan, mulai dari proses formil hingga substansi materiilnya yang penuh catatan. Parahnya, kata dia, RUU itu juga dibuat nyaris tanpa partisipasi publik.

"Aspirasi di-selected, hanya pihak tertentu yang didengar," jelasnya.

Bahkan kata dia, para anggota DPR juga tidak dibagikan draft final ketika UU itu disahkan.

"Kita gak pernah mendapatkan risalah, catatan, apapun yang sebenarnya wajib dibagikan. Bahkan draft terakhirnya itu tidak dibagikan ke anggota DPR. Jadi paripurna itu kayak paripurna cek kosong. Anggota tidak tahu apa yang mau dikomentari di situ. Belum lagi kalau kita bicara soal penyerahannya," kata Zaenal.

Zaenal pun mewanti-wanti adanya pasal "titipan" ketika RUU itu telah resmi menjadi UU.

"Belajar dari beberapa UU yang pernah ada. Jangan sampai ada pasal titipan. Pasal selipan. Seperti yang terjadi di UU Pemilu. Dengan tidak dibaginya risalah, drfat, dsb, ini kontrolnya akan sulit. Mau tidak mau kita bicara di level berharap tekanan publik yang kuat," tukas pria yang akrab disapa Uceng ini.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X