Menlu Retno Tegaskan Penggunaan Kekerasan di Myanmar Tak Dapat Diterima

- Rabu, 31 Maret 2021 | 01:39 WIB
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi . (photo/ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi . (photo/ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Menteri Luar Negeri Indonesia (Menlu) Retno Marsudi menegaskan bahwa penggunaan kekerasan yang dilakukan aparat keamanan untuk menghalau unjuk rasa anti kudeta di Myanmar, tidak dapat diterima.

Hal tersebut dinyatakan Retno dalam pertemuan bilateral dengan Menlu Jepang Motegi Toshimitsu di Tokyo pada Senin (29/3), saat keduanya membahas sejumlah isu kawasan dan dunia.

“Indonesia menolak keras penggunaan kekerasan oleh aparat keamanan (Myanmar) yang menyebabkan jatuhnya lebih dari 100 korban meninggal pada 27 Maret 2021,” kata Retno saat menyampaikan keterangan pers secara virtual, Selasa (30/3) dikutip dari ANTARA.

Menyebut bahwa Jepang juga berbagi keprihatinan yang sama dengan Indonesia terkait perkembangan situasi di Myanmar, Retno menyeru penghentian kekerasan dengan segera agar korban tidak kembali berjatuhan, di samping dialog yang harus terus diupayakan.

“Hanya melalui dialog, Myanmar akan dapat menyelesaikan masalah mereka,” tutur dia.

Baca juga: Sajikan Varian Rasa Lokal, Fiesta Luncurkan Kondom Mi Goreng hingga Kopi

Sebelumnya, melalui keterangan tertulis dari Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, Menlu Motegi mengecam keras situasi di Myanmar yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.

Untuk itu, ia menyambut baik upaya Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) guna membantu mengatasi situasi di Myanmar, dan menyampaikan rasa hormat atas kepemimpinan Indonesia dalam upaya tersebut.

“Dengan tetap menghormati prinsip non interfensi, sejak awal ASEAN telah menawarkan bantuan kepada Myanmar,” kata Retno.

“Dialog harus diupayakan untuk mengembalikan demokrasi, perdamaian, dan stabilitas di Myanmar,” tutur Menlu Retno, yang dalam kunjungannya ke Tokyo juga sempat berdiskusi dengan utusan khusus Jepang untuk rekonsiliasi nasional Myanmar Sasakawa Yohei.

Sedikitnya 510 warga sipil tewas dalam dua bulan unjuk rasa untuk melawan kudeta militer di Myanmar, menurut kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP). Kelompok itu juga mencatat bahwa Sabtu (27/3) menjadi hari paling berdarah selama unjuk rasa anti kudeta dengan 141 korban tewas.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

Kebakaran Toko di Mampang Semalam, 7 Orang Tewas

Jumat, 19 April 2024 | 14:25 WIB
X