Heboh 'Kawin Tangkap' di Sumba, Perempuan Diculik Sebelum Dinikahi, Ini Kata Kapolda NTT

- Senin, 23 November 2020 | 19:48 WIB
Mengantar hewan dalam tradisi Peminangan di Kampung Adat Waitabar, Sumba Barat. (ANTARA/Kornelis Kaha)
Mengantar hewan dalam tradisi Peminangan di Kampung Adat Waitabar, Sumba Barat. (ANTARA/Kornelis Kaha)

Selama ini, di Pulau Sumba, khususnya di Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur, dikenal adanya tradisi 'Kawin Tangkap', yang telah turun temurun dilakukan pasangan yang akan menikah.

Namun semakin ke sini, praktik tradisi itu mulai bergeser, dengan kecenderungan ke arah yang tidak baik dan tidak seharusnya. Seperti yang terjadi pada Desember 2019 lalu. Seorang perempuan diculik paksa oleh pria yang ingin menikahinya tanpa persetujuan terlebih dahulu. Videonya pun sempat viral di media sosial. 

Dalam video tersebut, tampak segerombolan pria yang diduga merupakan pihak keluarga laki-laki, menyeret paksa seorang perempuan.

Perempuan itu sampai menangis minta tolong, namun tak ada yang menolongnya. 

"Ini salah satu praktik kebudayaan di Sumba hari ini. Orang2 biasanya menyebut sebagai kawin tangkap. Seorang perempuan ditangkap dan di bawa oleh beberapa pria dewasa untuk dijadikan istri tanpa ada persetujuan si perempuan," tulis akun Twitter @RallyTsog yang mengunggah video itu.

Kejadian tersebut telah diafirmasi oleh Pemerhati Budaya Sumba, Pater Roberst Ramone. Pater bilang, peristiwa itu terjadi pada 6 Desember 2019 sekitar pukul 6.30 WITA. Waktu itu, kata dia, sekelompok pria datang ke indekos tempat perempuan itu tinggal.

Kasus itu rupanya menjadi perhatian Kapolda NTT Irjen Pol Lotharia Latif.  Ia mengaku, pihaknya sudah menyelesaikan kasus itu dan penanganannya sudah SP3 karena keluarga kedua belah pihak memilih penyelesaian melalui adat setempat.

"Polri dalam menangani Kasus Kawin Tangkap di Kabupaten Sumba Tengah dimana penanganannya di SP3 karena kedua pihak memilih penyelesaian melalui hukum adat," katanya, saat  mengikuti rapat koordinasi dengan Komisi Nasiona Anti Kekerasan Terhadap Perempuan di Kupang, seperti dilansir Antara, Senin (23/11/2020).

Lotharia mengusulkan agar istilah "kawin tangkap" tidak lagi digunakan, karena menurutnya, istilah itu merusak budaya Sumba.

"Saya sudah berbicara dengan seorang budayawan asal Sumba Tengah Pak Anderias P Sabaora, dan sepakat dengan beliau bahwa istilah atau sebutan kawin tangkap itu tidak usah digunakan lagi," katanya, 

Dalam tradisi perkawinan di Sumba Tengah, secara garis besar, calon mempelai laki-laki akan ‘menangkap’ calon mempelai perempuan, dalam proses yang sebetulnya sudah direncanakan dan disetujui oleh keluarga kedua belah pihak.

Prosesnya pun melibatkan penanda informasi adat, seperti kuda yang diikat atau emas di bawah bantal, sebagai tanda bahwa prosesi tengah berlangsung.

"Istilah kawin tangkap juga tidak tepat untuk menggambarkan tradisi di NTT. Akibatnya orang salah membandingkan tradisi setempat dengan praktik pemaksaan," kata Lotharia.

Halaman:

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X