Kowantara Harap Aturan 20 Menit Makan di Warteg Harus Ditinjau Ulang

- Senin, 26 Juli 2021 | 22:04 WIB
Sejumlah warga menyantap sajian yang dijual salah satu warung makan di Kemayoran, Jakarta, Senin (26/7/2021). (photo/ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/ilustrasi)
Sejumlah warga menyantap sajian yang dijual salah satu warung makan di Kemayoran, Jakarta, Senin (26/7/2021). (photo/ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/ilustrasi)

Ketua Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara) Mukroni berharap terkait aturan waktu operasional dan makan di tempat dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) selama 20 menit harus ditinjau ulang.

"Yang makan di warteg kan tidak hanya ada anak kecil dan anak muda, tapi ada orang tua juga. Orang tua kan makannya pelan-pelan. Kalau disuruh buru-buru bisa tersedak," kata Mukroni dikutip dari ANTARA, Senin (26/7).

Ketentuan 20 menit makan di tempat tidak secara spesifik mengatur persiapan pedagang menyuguhkan santapan bagi pelanggan. 

"Pedagang kan ada yang jual ayam bakar, lele dan lainnya. Ini butuh waktu (persiapan), bisa saja kalau diburu-buru, malah kesiram minyak," katanya.

Baca juga: Wow! Keluarga Almarhum Akidi Tio Beri Bantuan Rp2 T ke Sumsel untuk Penanganan COVID-19

Mukroni mengatakan batas waktu makan di tempat tidak menjamin seseorang aman dari penularan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. "Kita semua tahu, kalau penularan COVID-19 tidak mengenal jam, tapi detik," katanya.

Mukroni juga mengkritisi jam operasional pedagang warteg yang dibatasi hingga pukul 20.00 waktu setempat sebab tidak seluruh pedagang bisa memenuhi ketentuan tersebut.

"Warteg itu ada kapasitasnya, mulai dari yang luasannya kecil paling lima orang (kapasitas tampung), sampai yang sebesar yang bisa sampai menampung 50 pelanggan," ujarnya.

Warteg dengan kapasitas besar itu, kata Mukroni, akan sulit bila harus menyesuaikan jam operasional hingga pukul 20.00 waktu setempat.

Mukroni menyarankan agar aturan seputar pembatasan waktu dalam operasional pedagang kecil selama PPKM dihapuskan.

"Kalau mau larang saja, atau tidak ada makan di tempat, hanya boleh pesan antar. Tidak perlu dibatasi waktu," katanya.

Atau bila perlu, kata Mukroni, pemerintah menutup tempat usaha warteg namun diikuti dengan pemberian subsidi untuk mengantisipasi kerugian usaha.

"Kalau mau menutup usaha, saya baca di media massa, bahwa Pemerintah Jepang membayar kompensasi hingga Rp40 juta per pedagang karena usaha mereka ditutup selama pandemi. Karena pedagang ini pendapatan dari jualan, kalau mau kasih stimulus karena mereka kan ada yang kredit macet dan lainnya," katanya.

Artikel Menarik Lainnya:

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X