Fahri Hamzah: Penghapusan UN, Keluar dari Visi Presiden

- Jumat, 13 Desember 2019 | 12:04 WIB
Fahri Hamzah. (Antara/Wahyu Putro A)
Fahri Hamzah. (Antara/Wahyu Putro A)

Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah mengomentari kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang mencanangkan empat program yang ia sebut 'Merdeka Belajar'.

Salah satunya, menghentikan pelaksanaan ujian nasional (UN) hingga tahun 2020, dan menggantinya dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. 

Menurutnya, dukungan Presiden Jokowi atas kebijakan Mendikbud itu menjadi klise lantaran Jokowi, pada saat mengumumkan kabinetnya menyatakan, tidak ada visi menteri, yang ada hanya visi presiden.

"Bagaimana presiden yang sama mengambil dua keputusan yang berbeda? Katanya nggak ada visi menteri, yang ada hanya visi presiden. Nah, presiden kan sama?" ucapnya, Jumat (13/12) saat dihubungi.

Dia mengatakan, metode mengubah kebijakan negara itu tidak bisa seperti metode sopir bajay yang bisa memutar arah seenaknya. Mengubah kebijakan itu lebih mirip seperti metode pindah rel pada kereta api, dimana yang harus disiapkan adalah aturannya dulu.

"Rel adalah aturan. Perubahan aturan harus disampaikan kepada publik.  Metode kereta api itu sebetulnya mengikuti logika ruang publik bahwa aturan lebih penting dari pejabat. Pejabatnya boleh berganti tapi aturannya tetap. Tapi di sektor pendidikan sering betul terjadi 'ganti menteri ganti kebijakan'," ungkapnya.

Fahri mengingatkan sejak awal menteri pendidikan baru dilantik, dirinya hanya punya satu nasehat, yakni fokus pada aplikasi jangan ubah konsep. Sebab dia membayangkan sebelumnya menteri pendidikan itu orang dari sektor pendidikan.

"Konsep sih sudah ok, tapi aplikasi dan implementasi butuh dukungan teknologi. Ini tantangan. Saya membayangkan waktu itu dengan anggaran pendidikan terbesar Rp508 Trilyun, Mendikbud akan mengembangkan aplikasi dan implementasi pendidikan yang masif. Bahkan lebih dari itu, dengan dana yang cukup negara akan modernisasi pendidikan sampai kampung-kampungnya," jelasnya.

Menteri pendidikan, sambungnya, harus segera kembali pada apa alasan presiden memilihnya yang disarankan untuk berkonsultasi dengan menteri pendidikan yang lama (Mujahir Effendy), untuk bagaimana merancang sebuah  rencana modernisasi.

"Seperti GoJek yang Anda jadikan 'wabah' di kalangan pemilik kendaraan, jadikanlah inovasi dalam aplikasi dan implementasi pendidikan menjadi wabah modernisasi pendidikan di negeri yang terlalu luas ini," katanya.

Mas Menteri harus lakukan yang terbaik, jangan libatkan diri dalam debat yang berulang-ulang. Kerjakan saja apa yang terbaik bisa dipersembahkan. 

"Bikinlah optimisme, bikin senyum sekolah dan anak didik di seluruh negeri, bikin mudah Guru yang hidupnya susah, bikin teknologi yang menjembatani seluruh kesulitan anak bangsa untuk menjadi cerdas sesuai amanah Pembukan UUD 1946. Itu saja. Ada uang, ada ruang, apa lagi?" tegasnya.

Artikel Menarik Lainnya

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Berawal Saling Tatap, ODGJ Bacok Tetangga di Kepala

Selasa, 23 April 2024 | 19:30 WIB
X