Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo meminta Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru jangan hanya mengandalkan Operasi Tangkap Tangan (OTT), melainkan juga strategi dan pendekatan lain dalam memberantas korupsi.
"Sebagai lembaga penegak hukum, KPK juga harus membangun sinergitas dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti Polri dan Kejaksaan. Bahkan juga ke berbagai lembaga pengawasan lainnya seperti PPATK, BPK, maupun BPKP," ucapnya (20/12) melalui siaran persnya.
Menurutnya, pemberantasan korupsi tak bisa dilakukan oleh KPK seorang diri. KPK dinilai show off jika tak berkoordinasi dengan lembaga lainya.
"Hindari show off maupun ego sektoral kelembagaan. Terlebih memiliki kewenangan luar biasa seperti penyadapan serta kebijakan hukum lainnya, yang notabene tak dimiliki Polri dan Kejaksaan, tak boleh membuat pimpinan KPK terjebak dalam abuse of power," jelasnya.
Dia mendorong Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru saja dilantik Presiden Joko Widodo bisa menjawab berbagai apriori publik terhadap KPK dengan menunjukan kerja nyata.
"Rakyat membutuhkan hasil pemberantasan korupsi bukan sekadar angka yang ditujukan dengan seberapa banyak perkara yang ditangani. Melainkan seberapa besar penyelenggaraan negara bisa berjalan efektifitasnya untuk kepentingan rakyat," ungkapnya.
Bamsoet mengatakan sejak berdiri pada tahun 2002, kinerja KPK dengan melakukan berbagai OTT ataupun tindakan lainnya terbukti belum maksimal dalam membersihkan Indonesia dari korupsi.
Hasil Survei Transparency International menunjukan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2018 berada di skor 38. Dari skala 0-100, semakin kecil skornya menunjukan negara tersebut banyak terjadi korupsi. Skor 38, Indonesia berada di urutan ke-4 negara ASEAN dan urutan 89 dari 180 negara. Kita masih kalah dengan Singapura (skor 85), Brunei (skor 63), dan Malaysia (Skor 47).
