Ini Alasan Banyak Orang Masih Percaya Teori Konspirasi

- Kamis, 15 Agustus 2019 | 17:38 WIB
photo/Pixabay
photo/Pixabay

Teori konspirasi telah menyebar di mana-mana, bahkan sering dikaitkan dengan kehidupan manusia sehari-hari. Di Harvard University pun sampai ada mata kuliah tentang teori konspirasi.

Disebutkan, teori konspirasi adalah suatu teori yang menyatakan kejadian atau gejala timbul karena hasil konspirasi atau persekongkolan antara pihak-pihak berkepentingan dengan maksud dan tujuan tertentu.

Tapi, kebanyakan teori-teori bertahan karena dikuatkan dengan fakta-fakta di lapangan. Walaupun tidak semua fakta itu benar adanya. Kehadiran internet pun membuat orang lebih mudah percaya dengan teori konspirasi.

Dunia menyimpan banyak misteri yang belum terpecahkan. Manusia seolah hidup dalam teka-teki yang tak kunjung berakhir. Berkat itu jugalah, banyak orang yang beranggapan ini dan itu, hingga memunculkan berbagai teori untuk menjawab misteri tersebut. Praduga manusia beredar dalam bentuk pemikiran di buku pelajaran.

Dalam semua teori konspirasi yang pernah muncul, ada dua kubu yang berseberangan. Pertama, kubu yang tidak memercayai adanya teori konspirasi itu. Kedua, kubu yang percaya ada tangan tak terlihat (invisible hand) pada setiap peristiwa besar yang terjadi di dunia.

Alasan Banyak Orang Masih Percaya

-
photo/Pixabay

Profesor Ilmu Politik dari University of Miami, Joseph Uscinski dalam konferensi Center for Inquiry pada 2018 lalu menyebutkan bahwa teori konspirasi merupakan alat yang digunakan orang-orang kuat untuk menyerang yang lemah.

Biasanya, teori konspirasi mengikuti perkembangan arus politik. Partai oposisi dan para pendukungnya cenderung lebih percaya soal persekongkolan jahat, ketimbang memercayai kelompok berkuasa. Inilah alasan kenapa teori konspirasi muncul berbarengan dengan masa pemilihan umum atau pemilihan presiden.

Sementara itu, riset yang dipublikasikan oleh Social Psychiatry and Psyciatric Epidemiology tahun 2017 menyebutkan bahwa rata-rata orang di Amerika Serikat (AS) dengan pendapatan rumah tangga lebih kecil, lebih meyakini adanya teori konspirasi dibanding mereka yang berpendapatan lebih besar.

-
photo/ronaldwederfoort.wordpress.com

"Dalam hal ini, teori konspirasi bisa seperti obat emosional. Orang-orang tidak menyalahkan diri sendiri atas hal yang mungkin merugikannya, jadi mereka menyalahkan kekuatan yang tak terlihat," ujar Joseph Parent, profesor ilmu politik di Notre Dame University.

Namun hal lain justru dikemukakan berbeda oleh psikolog dari Universitas Goldsmith, London yang bernama Profesor Chris French. Menurutnya, teori konspirasi dapat dipercaya siapapun, dengan dimensi politik apa saja, serta bisa menembus lapisan kelompok sosial mana saja.

Editor: Administrator

Rekomendasi

Terkini

X