MK Larang Eks Koruptor Nyaleg Hingga 5 Tahun Usai Keluar dari Penjara

- Kamis, 1 Desember 2022 | 08:38 WIB
Ilustrasi perilaku korupsi. (Freepik)
Ilustrasi perilaku korupsi. (Freepik)

Mahkamah Konstitusi (MK) melarang mantan narapidana korupsi (koruptor) untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg) selama lima tahun setelah keluar dari penjara. Hal ini tertuang dalam putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022.

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” bunyi putusan sebagaimana dikutip dalam salinan putusan, Kamis (1/12/2022).

Putusan MK ini sekaligus mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan Leonardo Siahaan terkait syarat caleg eks koruptor.

Baca Juga: Efek Ghozali! Kini NFT Wajah Koruptor Dijual di OpenSea, Ada yang Mau Beli?

"Ketentuan norma Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu perlu diselaraskan dengan memberlakukan pula masa menunggu jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara yang berdasar pada putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan adanya kejujuran atau keterbukaan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana sebagai syarat calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota,"  bunyi putusan MK dibacakan Hakim Konstitusi Suhartoyo.

Suhartoyo menjelaskan, bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang pernah menjalani pidana dengan ancaman pidana penjara lima tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik yang bersangkutan mantan terpidana sebagaimana diatur dalam norma Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu tersebut tidak sejalan dengan semangat yang ada dalam persyaratan untuk menjadi calon kepala daerah dalam norma Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada.

Pembedaan syarat untuk menjadi calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dengan calon kepala daerah bagi mantan terpidana tersebut dapat berakibat terlanggarnya hak konstitusional warga negara.

Baca Juga: Ketua KPK Setuju Penerapan Hukuman Mati bagi Koruptor, Asal Sesuai Peraturan Undang-undang

Senada dengan hal ini, perbedaan secara faktual dalam norma Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu sepanjang frasa “kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana” sejatinya tidak lagi selaras dengan pemaknaan yang telah dilakukan oleh Mahkamah dalam putusannya atas norma Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada.

“Oleh karena dalil Pemohon yang menyatakan adanya persoalan konstitusionalitas terhadap norma Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu dapat dibuktikan, namun oleh karena pemaknaan yang dimohonkan oleh Pemohon tidak sebagaimana pemaknaan yang dilakukan oleh Mahkamah, maka permohonan Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian,” ucap Suhartoyo.

Persyaratan atas adanya keharusan untuk menjelaskan secara terbuka kepada publik tentang jati dirinya dan tidak menutupi latar belakang kehidupannya tersebut, kata Suhartoyo, hal demikian perlu dalam rangka memberikan bahan pertimbangan bagi calon pemilih dalam menilai atau menentukan pilihannya.

Sebab, sambung Suhartoyo, pemilih dapat secara kritis menilai calon yang akan dipilihnya sebagai pilihan baik yang memiliki kekurangan maupun kelebihan untuk diketahui oleh masyarakat umum.

“Hal ini terpulang pula kepada rakyat sebagai pemilih untuk memberikan suaranya kepada calon yang merupakan seorang mantan terpidana atau tidak untuk memberikan suaranya kepada calon tersebut. Sementara itu untuk pengisian jabatan melalui pemilihan, pada akhirnya masyarakat yang memiliki kedaulatan tertinggi yang akan menentukan pilihannya,” pungkas Suhartoyo.

Artikel Menarik Lainnya:

Halaman:

Editor: Fahmy Fotaleno

Tags

Rekomendasi

Terkini

X